Karena dari kemarin nulis yang
serius-serius dan mikir, sekarang saatnya curhaatttt.. hehehe
Kisah ini dimulai dari UTS
Semester 6 yang gemes-gemes gimana gitu. At least sudah terlewati lah ya.
Walaupun baru ngerasain banget kalau statistika itu susah ditambah lagi peminatan
statistika saya ekonomi. Double susah..
via allkpop.com |
Aku sih berharap berakhir seperti
matematika dulu. Awalnya gak ngerti sama sekali, terus terinspirasi dengan pak
guru, Pak Rosyid nama beliau. Dia bisa mengubah mindset tentang matematika
menjadi satu hal yang menyenangkan. Kata-kata beliau yang saya ingat betul
hingga saat ini, “Banyak jalan menuju roma.” Yap soal matematika menurut beliau
bisa dikerjakan dengan berbagai cara, tapi jawabannya tatap satu dan benar.
Jadi kita boleh pakai cara apa saja asalkan benar. Beliau menekankan pada
konsep berfikir.
Kata saya sih, matematika itu
harus pegang dulu konsep awalnya, kalau konsep awalnya udah kepegang, variasi
soal manapun bisa dikerjain. Dan tidak ada yang mengalahkan berdoa, belajar
keras dan latihan.
Saya baru “senang” dulu udah
alhamdulillah dan hingga meraih nilai matematika terbaik sekelas waktu kelas 2
SMP. Saya senang tapi tetap merasakan matematika itu gak mudah, susah.
Kelas 3 bertemu dengan guru Pak Edy nama beliau, yang juga keren dalam
matematika dan ikut lomba matematika tingkat kabupaten. Berakhir kekalahan
hehe.. kalau kok ketawa, dasar aneh
Kemudian ketemu guru matematika
di SMA yang keren-keren juga.. ada Bu baiti, Bu Dwi, Pak Gandung, Pak Eko, bu
Win. Bu baiti membuat soal matematika olimpiade itu bisa dipelajari. Bu win dan
Pak eko keren dalam mengajar. Bu Dwi yang disiplin dan menekankan kejujuran. Pak
Gandung, guru matematika dan pemerhati lingkungan sekitar dan politik. Saat di
SMA saya mengikuti olimpiade matematika. Namun gagal kembali. Padahal saya
ingat saat liburan semester saya latihan soal-soal olimpiade hampir
setiap hari dari menjelang siang hingga sore hari.
Saat mau ujian nasional minta doa
ke beliau (guru-guru lainnya juga), Pak Gandung percaya bahwa “100 ya nduk.”
Saat itu saya cuma bisa cengar cengir dan berlalu, sudah berjalan beberapa
langkah lalu dipanggil lagi untuk memantapkan ulang, “Ya, siap kan.” Kalau
tidak salah ingat saya lalu menjawab, “iya insyaAllah pak” lalu saya berlalu.
Namun saya percaya dan yakin gak
ada yang sia-sia, saat ujian nasional kali pertama soal ujian dibuat susah
yaitu memasukkan soal SBMPTN dan ada yang tingkat kesulitannya mirip sama
olimpiade lah. Saya ingat dengan jelas, saya mengerjakan soal UN Matematika dengan
sangat hati-hati dan semua nomer ketemu jawabannya, tidak ada yang ngawur. Ada
soal satu yang saya kerjain terakhir karena memang susah banget dan lama,
akhirnya ketemu jawaban yang ada di pilihan soal.
Ujian Nasional berlalu, dan
Qodarullah saya mendapat nilai 10
Matematika. Beberapa waktu setelah pengumuman, saya berkesempatan
bertemu dengan Pak Gandung lagi. Beliau berkata, prediksi saya benar kan. Hanya
kamu yang saya bilangin “100 ya nduk” karena setiap uji coba ujian nasional
kamu yang tertinggi dalam nilai matematika.
Itulah akhir Matematika yang
menyenangkan. Karena tidak ada lagi pelajaran Matematika lagi di kuliah. Adanya
kalkulus, aljabar linear, statistik matematika, dsb hehehe tingkatannya lebih
susah ya.
via quickmeme.com |
Saya berharap ekonomi ini akan
berakhir indah seperti matematika walaupun susah dan gak sesenang pelajaran
matematika, tapi saya hampir menemukan pola yang sama, bertemu dengan guru
menginspirasi yaitu Pak Nasrudin. Beliau sudah S3 namun kalau mengajar bisa
nyaman dan menekankan bahwa ekonomi dan statistika itu penting. Setiap
pertemuan kami harus menyiapkan sesuatu bergantian kuis dan tugas analisa
ekonomi melalui statistik. Beliau menunjukan bahwa ekonomi itu memiliki seni
dan kompleks.
Mungkin saya akan berhasil saat wisuda, S2 dan S3 Ekonomi
nanti, padahal saya berniat ngambil jurusan lain saat lanjut S2 dan S3 nanti
karena merasakan ekonomi dan statistik itu susah.
Saya percaya setiap guru/dosen
mempunyai metode tersendiri dalam mengajar, kita yang harus menyesuaikan,
karena akan menjadi sulit jika 1 guru menyesuiakan dengan beratus-ratus
muridnya satu per satu.
Kata Pak Alip (Bapak saya),
“Jangan pernah benci dengan guru dan mata pelajaran, nanti kamu gak bisa nyerap
ilmunya dan akhirnya nilaimu jelek.”
Btw, saya kangen dengan
beliau-beliau. Semoga Allah selalu mengalirkan pahala dan menjaga beliau-beliau
karena berbagi ilmu dengan tulus ikhlas.. Barakallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar