Jumat, 12 Mei 2017

Matematika, Ekonomi dan The Power of Guru

Karena dari kemarin nulis yang serius-serius dan mikir, sekarang saatnya curhaatttt.. hehehe

Kisah ini dimulai dari UTS Semester 6 yang gemes-gemes gimana gitu. At least sudah terlewati lah ya. Walaupun baru ngerasain banget kalau statistika itu susah ditambah lagi peminatan statistika saya ekonomi. Double susah..

via allkpop.com


Aku sih berharap berakhir seperti matematika dulu. Awalnya gak ngerti sama sekali, terus terinspirasi dengan pak guru, Pak Rosyid nama beliau. Dia bisa mengubah mindset tentang matematika menjadi satu hal yang menyenangkan. Kata-kata beliau yang saya ingat betul hingga saat ini, “Banyak jalan menuju roma.” Yap soal matematika menurut beliau bisa dikerjakan dengan berbagai cara, tapi jawabannya tatap satu dan benar. Jadi kita boleh pakai cara apa saja asalkan benar. Beliau menekankan pada konsep berfikir.

Kata saya sih, matematika itu harus pegang dulu konsep awalnya, kalau konsep awalnya udah kepegang, variasi soal manapun bisa dikerjain. Dan tidak ada yang mengalahkan berdoa, belajar keras dan latihan.

Saya baru “senang” dulu udah alhamdulillah dan hingga meraih nilai matematika terbaik sekelas waktu kelas 2 SMP. Saya senang tapi tetap merasakan matematika itu gak mudah, susah. Kelas 3 bertemu dengan guru Pak Edy nama beliau, yang juga keren dalam matematika dan ikut lomba matematika tingkat kabupaten. Berakhir kekalahan hehe.. kalau kok ketawa, dasar aneh

Kemudian ketemu guru matematika di SMA yang keren-keren juga.. ada Bu baiti, Bu Dwi, Pak Gandung, Pak Eko, bu Win. Bu baiti membuat soal matematika olimpiade itu bisa dipelajari. Bu win dan Pak eko keren dalam mengajar. Bu Dwi yang disiplin dan menekankan kejujuran. Pak Gandung, guru matematika dan pemerhati lingkungan sekitar dan politik. Saat di SMA saya mengikuti olimpiade matematika. Namun gagal kembali. Padahal saya ingat saat liburan semester saya latihan soal-soal olimpiade hampir setiap hari dari menjelang siang hingga sore hari.

Saat mau ujian nasional minta doa ke beliau (guru-guru lainnya juga), Pak Gandung percaya bahwa “100 ya nduk.” Saat itu saya cuma bisa cengar cengir dan berlalu, sudah berjalan beberapa langkah lalu dipanggil lagi untuk memantapkan ulang, “Ya, siap kan.” Kalau tidak salah ingat saya lalu menjawab, “iya insyaAllah pak” lalu saya berlalu.

Namun saya percaya dan yakin gak ada yang sia-sia, saat ujian nasional kali pertama soal ujian dibuat susah yaitu memasukkan soal SBMPTN dan ada yang tingkat kesulitannya mirip sama olimpiade lah. Saya ingat dengan jelas, saya mengerjakan soal UN Matematika dengan sangat hati-hati dan semua nomer ketemu jawabannya, tidak ada yang ngawur. Ada soal satu yang saya kerjain terakhir karena memang susah banget dan lama, akhirnya ketemu jawaban yang ada di pilihan soal.

Ujian Nasional berlalu, dan Qodarullah saya mendapat nilai 10  Matematika. Beberapa waktu setelah pengumuman, saya berkesempatan bertemu dengan Pak Gandung lagi. Beliau berkata, prediksi saya benar kan. Hanya kamu yang saya bilangin “100 ya nduk” karena setiap uji coba ujian nasional kamu yang tertinggi dalam nilai matematika.

Itulah akhir Matematika yang menyenangkan. Karena tidak ada lagi pelajaran Matematika lagi di kuliah. Adanya kalkulus, aljabar linear, statistik matematika, dsb hehehe tingkatannya lebih susah ya.

via quickmeme.com


Saya berharap ekonomi ini akan berakhir indah seperti matematika walaupun susah dan gak sesenang pelajaran matematika, tapi saya hampir menemukan pola yang sama, bertemu dengan guru menginspirasi yaitu Pak Nasrudin. Beliau sudah S3 namun kalau mengajar bisa nyaman dan menekankan bahwa ekonomi dan statistika itu penting. Setiap pertemuan kami harus menyiapkan sesuatu bergantian kuis dan tugas analisa ekonomi melalui statistik. Beliau menunjukan bahwa ekonomi itu memiliki seni dan kompleks.

Mungkin saya akan berhasil saat wisuda, S2 dan S3 Ekonomi nanti, padahal saya berniat ngambil jurusan lain saat lanjut S2 dan S3 nanti karena merasakan ekonomi dan statistik itu susah.

Saya percaya setiap guru/dosen mempunyai metode tersendiri dalam mengajar, kita yang harus menyesuaikan, karena akan menjadi sulit jika 1 guru menyesuiakan dengan beratus-ratus muridnya satu per satu.

Kata Pak Alip (Bapak saya), “Jangan pernah benci dengan guru dan mata pelajaran, nanti kamu gak bisa nyerap ilmunya dan akhirnya nilaimu jelek.”


Btw, saya kangen dengan beliau-beliau. Semoga Allah selalu mengalirkan pahala dan menjaga beliau-beliau karena berbagi ilmu dengan tulus ikhlas.. Barakallah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar