Cerita sebelumnya: Acceptance #4: Boom Waktu
Setelah malam itu, Hani hancur, semua rencana-rencananya runtuh. 2 minggu susah sekali tersenyum, padahal Hani orangnya gampang tertawa, gampang tidak terima, gampang mendebat, dst. Namun ia hanya diam-diam saja. Orang-orang disekitarnya pun bingung, termasuk Bapak Ibunya, biasanya jika menelfon bisa berjam-jam, sekarang hanya sepotong-potong kata saja, dengan muka datar. Temen-temennya bertanya, “kenapa kah diam-diam aja, lagi galau ya?”
Setelah malam itu, Hani hancur, semua rencana-rencananya runtuh. 2 minggu susah sekali tersenyum, padahal Hani orangnya gampang tertawa, gampang tidak terima, gampang mendebat, dst. Namun ia hanya diam-diam saja. Orang-orang disekitarnya pun bingung, termasuk Bapak Ibunya, biasanya jika menelfon bisa berjam-jam, sekarang hanya sepotong-potong kata saja, dengan muka datar. Temen-temennya bertanya, “kenapa kah diam-diam aja, lagi galau ya?”
Hani belajar menerima segala hal, kenyataan bahwa apa yang
dibangunnya gagal sudah. Sudah bisa seperti biasa, namun hatinya sering sakit.
Tidak jelas, dia bingung. Dia sudah berusaha sekeras hati mengubah dirinya,
membunuh egonya, memahami Bang Handal saat masih bersama dulu, namun akhirnya
semua gagal. Setelah 5 bulan berpisah, ia menyadari, bahwa ia sakit psikisnya.
Berbekal bertanya, lalu Hani mengunjungi psikolog, setelah identifikasi pertama,
dijadwalkan ada 5 pertemuan yang telah dijadwalkan psikolog.
Tidak mudah memang, terlalu banyak kenangan yang tercipta di
Jakarta, dan untuk bulan-bulan hingga tahun kedepan, ia akan tetap mengunjungi
Jakarta untuk urusan bisnis dan kuliah. Terlebih, orang tuanya sudah sering
bertanya kapan menikah. Hani memang sudah lama tidak dekat dengan lelaki,
tiba-tiba datang, meninggalkan kesan baik, lalu pergi. Menjadi persinggahan
saja dan tidak ditakdirkan untuk menetap selamanya. Tersesat disuatu tempat
lalu pergi ketika sadar bahwa tempat itu tidak nyaman dan tidak tepat. Wajar,
jika ia terluka dan belum bisa menerima, harus datang ke psikolog agar dibantu
menyembuhkan lukanya. Diawali dengan penguraian masalah hingga akhirnya bisa
menerima yang dihadapinya saat ini.
Pelajaran yang ia dapat banyak sekali, belajar menerima
kenyataan dan rasa sakit. Apa yang ia rencanakan belum tentu menjadi yang terbaik
menurut Allah SWT. Gagal dalam hubungan yang sedang ia hadapi harus
diterimanya. Dia tidak boleh menyalahkan dirinya, takdir, ataupun Bang Handal.
Dia harus menerima secara utuh dirinya, dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, sifat, kecenderungan, pembawaan, dsb. Tidak membenci lagi dirinya
dan harus tetap memperbaiki diri. Selain penerimaan terhadap dirinya, ia juga
harus menerima kenyataan bahwa Bang Handal sudah dekat dengan beberapa wanita
selama 5 bulan ini, memang sudah waktunya bagi Bang Handal, dan ia berhak untuk
bahagia meskipun tidak bersama Hani. Hani juga belajar menerima bahwa memang
Allah SWT menakdirkan dirinya untuk memperbaiki diri dulu, hingga jika Allah
SWT menganggap bahwa Hani sudah pantas, insyaAllah Ia dekatkan dengan jodohnya.
Hani juga harus sadar, bahwa ia juga tidak siap jika harus
bersama Bang Handal dengan segala perbedaan dan bentrokan sikap. Meskipun Bang
Handal sangat baik, namun ia bukan untuk Hani, untuk wanita lain yang lebih
baik dan lebih cocok dengan Bang Handal. Yang ia kira selama ini bisa berjalan
dengan baik perbedaan itu, namun nyatanya tidak, ternyata menjadi boomerang
hebat. Sudah mencoba banyak cara, namun tetap setiap kondisi menuju perpisahan.
Ia bersyukur terjadi sebelum pernikahan
dan tidak lebih jauh lagi. Tidak bisa dipaksakan lagi, tidak ada kata yang
dapat terucap lagi, tidak ada kalimat yang perlu disampaikan lagi, semua telah
usai, menjadi orang lain lagi, menjadi orang asing yang tidak pernah saling
dekat. Tidak boleh berandai-andai tentang masa depan bersama maupun
mengira-ngira jika begini maka akan tidak sama hasilnya. Tidak ada yang perlu
disesali apapun yang telah tercipta, yang telah ditakdirkan, Qadarullah. Semua
yang terjadi itu untuk kebaikan kita masing-masing. Tidak boleh ada pengharapan
maupun kebencian. Hani harus menerima semuanya. Jika nanti ada hubungan bisnis
ataupun sosial, ia harus tetap profesional dan menganggap semua sudah selesai,
tidak ada yang tersakiti, harus kembali menjadi wanita yang pandai mengatur
segalanya, menyelesaikan tanggung jawab dengan sempurna dan yang terpenting
menjadi wanita yang percaya dengan dirinya sendiri, bahwa begitulah ia salah
satu Maha Karya Allah SWT yang sempurna dan diberkahi selalu olehNya.
Banyak hal yang menunggu untuk disyukuri. Genggam semua rasa yang ada, jangan dibenci, syukuri semuanya. source: dokpribadi |
Hani harus belajar bersyukur lagi. Telah banyak yang dapat ia raih. Tentang pendidikan, bisnis, keluarga yang semua berjalan dengan baik dan lebih dari yang ia bayangkan. Hani harus yakin, siapapun yang berhijrah untuk Allah SWT akan diberikan lebih dari apa yang diusahakan, terbukti saat ini, Allah SWT sangat baik kepadaNya. Hani harus bangkit, harus lebih dekat dengan Allah SWT. Tidak perlu mencari yang tidak-tidak, harus lebih bersyukur. Harus lebih menerima apa yang telah ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta, tidak ridhokah Hani dengan apa yang diberi Sang Maha Pencipta, Sang Maha Benar. Banyak nikmat yang menunggu untuk disyukuri, udara pagi, matahari, malam, bintang, bulan, angin sejuk, pantai, makanan, minuman, buah, pertemanan, senyuman, kelucuan, percakapan, sehat, keringat, tidur nyenyak, dsb. Masih banyak waktu. Kamu bisa bersinar, seterang dan sehangat mentari pagi yang menyejukan untuk orang-orang disekitarmu dan yang terpenting untuk dirimu sendiri.
The END.