Kamis, 21 November 2019

Acceptance #3: Banyak tanya

Cerita sebelumnya : acceptance #2: bridge

Melihat manusia-manusia Ibukota sedang mengisi perut untuk  tenaga pacu hingga siang tiba. Kamipun sama, sambil makan, kami bercerita banyak hal. Kesana kesini, mendengar, dan kebanyakan aku mendebat. Sedangkan Bang Handal terus saja kalem. Karena ndak ada intensiku untuk dekat jadi ya biar saja, fikirku sambil melatih debat. Sambil terkadang aku terkaget lalu keceplosan bicara kencang, Bang Handal bilang, “eh sudah mirip orang sini yaa.” Aku tidak tahu maksudnya apa.
Langit bertanya, "kenapa matahari datang pada esok hari
dan pergi pada sore hari." Jawab Matahari, "ya begitu adanya."
Source: doc pribadi

Sampai pada pertanyaan, “Hani kapan rencana menikah?” tanyanya.

“Tahun depan Bang, ndak mau saya tunda menikah, hehe.”

“Terus sudah ada calonnya? Apa saja yang sudah dipersiapkan? ”

“Belum ada calonnya, belum ada juga persiapannya. Ya mengalir aja begitu, semoga sudah didekatkan jodohnya.”

“Maukah kukenalkan sama temen-temenku, banyak kenalanku.” Bla bla bla, bercerita banyak hal. Responku hanya diam, sambil mendengarkan. Lalu, tiba-tiba, “Kalau sama aku gimana? Saya serius berniat baik sama Hani.”

“Ha? Maksudnya?” Dengan muka kaget.. “Coba dulu siapa tahu cocok. Aku gak ngajak langsung nikah, tapi kenalan dulu.” Sambungnya.

“Kenapa aku? Kan baru kenal, Bang Handal juga gak kenal sama aku, cuma tahu generalnya aja yang bisa jadi salah.” Fikirku ini mungkin ilusi dipagi hari, karena ada wanita di depannya, masa depan cerah dan tempat asalnya sama.  Wanita yang tidak neko-neko jadi mungkin dikira akan berjalan lancar kedepannya.

“Banyak hal. Sebenarnya tidak tahu aku ngomong apa ini.. Ya sudah difikirkan dulu, jangan buru-buru jawab.” Menjelaskan dengan banyak hal lagi, seperti biasanya, tanyaku satu kalimat, jawabannya bisa satu paragraf.

Bingung, kaget. Muka baru bangun tidur dan belum mandi langsung diajakin serius.. Apa lagi ini, fikirku. Setelah diantarkan ke hotel tempatku meninginap, muncul notifikasi pesan. “Hani, lupain aja ya, terlalu kecepetan, jadi takut ya kamu.”

Tapi entah mengapa diriku ndak terima jika begitu. Masih penasaran. “Kenapa aku? Maksudnya serius itu gimana?”

Lalu banyak tanyaku. Dijawab juga sama Bang Handal. Entah kenapa, jadi perlahan-lahan semakin yakin, dari yang 10% bisa sampai 50%. Lalu kifikir jalani saja dulu, toh aku belum menemukan alasan kuat untuk menolak. Jadi banyak kenapa, kenapanya. Kuceritakan banyak hal yang mungkin akan berpengaruh saat sudah menikah. Hingga satu momen, pecah sudah tangisku menceritakan banyak hal, perjuangan-perjuangan yang menguras air mata. Lalu dikepalanya mungkin berkecamuk banyak hal, “kenapa rumit sekali hidup anak ini.” Seperti itu mungkin, mungkin.

Seperti memiliki ikatan, hati kami tertarik satu sama lain, dengan semakin seringnya aku ke Jakarta karena urusan bisnis dan kuliah. Sebisa mungkin bertemu, membicarakan apa yang penting dibahas dan yang ingin diketahui. Aku belajar banyak hal padanya. Bahwa wanita ini harus mendukung lelakinya, mengikuti perintahnya, tidak mengambil keputusan tapi bisa memberi masukan dalam proses pengambilan keputusan. Tidak banyak protes, harus bergantung pada lelaki.  Hal yang sulit untukku karena sudah terbiasa hidup sendiri mengurus bisnis dan kuliah, menjadi pemimpin dalam berbagai hal. Selain itu, aku juga belajar dari membaca dan mendengar dari sumber lain. Perempuan, semakin taat pada suami semakin bagus. Bahwa tidak selalu pembagian tugas, tapi membantu meringankan beban yang lain, berfokus memenuhi kewajiban bukan menuntut hak. Aku mulai memperbaiki cara berfikir dan bicaraku.

Yang dulu bisanya cuma berkeinginan, memiliki perencanaan tapi tanpa action. Alhamdulillah Allah SWT membawaku padanya. Memberi sudut pandang baru dan mengajarkan banyak hal. Sederhana tanpa banyak neko-neko, dan akhirat tujuannya. Masih belum menemukan alasan untuk menolak, tapi masih belum yakin karena ternyata masih banyak yang harus disiapkan, dari dalam diri maupun dari segala sisi.

bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar