Cerita sebelumnya Acceptance: Perkenalan
Hasil ujian telah diumumkan, Alhamdulillah aku diterima di
salah satu universitas negeri di Jogja. Bapak Ibu pun menangis haru. Jadi
teringat waktu pertama merantau dulu, diantar ke terminal bis dengan tangis
haru dari Ibu dan Bapak, dan lagi, akupun harus merantau lebih jauh, untuk
berkuliah di Jawa. Setelah mengemas beberapa barang, akupun bersiap kembali ke
ibukota provinsi untuk membereskan kos lalu bergegas naik pesawat ke Jogja. Kali
ini, aku yang kalut hatinya, menghadapi kenyataan harus semakin jauh lagi dari orang tua. Lalu aku di
kuatkan oleh Bapak Ibu, “inikan yang sudah kamu perjuangkan lama, gak
semua orang bisa dapet kesempatan kuliah di Jawa. Ini yang jadi cita-cita kita
bersama kan nak? Tidak apa-apa, Jawa juga bumi Allah SWT, dimanapun kamu
berada, yakinlah Allah selalu bersamamu. Kamu gak mau juga kan kuliah disini, atau
malah mau langsung kerja dengan ijazah SMA, pikirkan masa depanmu nak.”
Siap tidak siap, hari itu pun datang, hari dimana aku harus
ikhlas menerima bahwa aku harus merantau lagi. Ooo ternyata begini Jogja, dengan
bandara yang tidak sebesar Soekarno Hatta, orang-orang yang lebih sering
senyum, nada bicara yang tidak tinggi, kesan pertamaku tentang Jogja. Walaupun
bahasaku beda, tapi aku mencoba membaur, mencoba belajar sedikit demi sedikit
bahasa jawa. Karena orang tuaku berpesan, dimana bumi dipijak disitu langit
dijunjung. Harus mengikuti peraturan-peraturan, bahasa baru di tempat baru
walaupun berbeda dengan di daerahku. Aku sudah belajar ikhlas dan sabar.
Bang Handal ilustration by: freepik.com |
Kenapa memilih universitas ini dan Jogja? Setelah berdiskusi
dengan orang tua dan keyakinan hati serta sudah bertanya banyak hal ke Bang Handal
akhirnya aku memilih dan alhamdulillah diterima di pilihan pertama. Bang Handal
adalah kakak kelas SMA, berasal dari kabupaten yang sama denganku.
Dia kuliah di Jakarta, yang beberapa bulan sebelum aku merantau di Jawa, aku
iseng-iseng follow instagramnya, dan aku bertanya lewat situ mengenai bagaimana
kuliah di Jawa, daerah mana yang pas dengan kemauanku, dsb. Kami hanya
berkomunikasi jika ada hal-hal yang penting untuk ditanyakan. Hingga suatu
hari, muncul notifikasi ig, “Dek, kamu ndak bisa ya kalau gak serius yang
dibicarakan?” Deg, langsung bingung, mau jawab bagaimana, karena memang selama
ini aku membatasi berhubungan hal-hal tidak penting dengan lawan jenis. Lalu kujawab
saja sekenanya lalu membicarakan hal-hal serius lagi. Dan memang kami tidak
berkomunikasi untuk hal-hal yang tidak penting.
Waktu berjalan beberapa waktu, lalu aku mewakili universitasku
dalam pertemuan mahasiswa jurusan di Jakarta. Aku sengaja membatasi komunikasi
dengan Bang Handal. Baru sesaat setelah masuk kereta menuju Jakarta aku
menghubunginya, bahwa aku jalan menuju Jakarta, bertanya tempat turun paling
dekat dengan tempat pertemuanku. Malam itu aku berangkat, karena capek sekali
aku tidur terus di dalam kereta, ditambah kondisinya nyaman sekali, beda dengan bis di
Sumatera. Bang Handal bilang nanti turun di stasiun jatinegara. Sebelumnya aku
sudah share lokasi terkiniku ke Bang Handal pas jam 3 pagi. Lalu berkali-kali
aku ditelfon, sudah dekat stasiun, bangun. Tapi tetap aku tidur lagi hehe..
sampai aku sadar sudah terlewat dari Stasiun Jatinegara. Lalu Bang Handal
bilang turun distasiun terdekat, yaitu Stasiun
Pasar Senen. Aku santai saja menunggu di stasiun, karena Bang Handal
bilang mau menjemput. Lalu sebelum aku menuju tempat pertemuan dan sebelum Bang Handal menuju ke tempat kuliah, kami
memutuskan untuk sarapan pagi dulu, bubur ayam, sarapan khas orang Jakarta. Karena
kurasa berbeda sekali dengan bubur di Sumatera, maka aku setengah mati
menghabiskannya, karena porsinya juga besar.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar