Selasa, 26 Januari 2021

Simbok Part 1


Sekitar 12 jam yang lalu, menunjukan pukul 13.06 WITA, waktu terasa terhenti, aku menangis seperti sebagian hatiku terenggut. Simbok meninggal.

Ibu, dalam bahasa jawa simbok artinya Ibu. Memang nenekku ini seperti Ibu kedua bagiku, yang menjagaku waktu kecil, memberikan value-value baik, mengajari untuk taat dan disiplin dalam beribadah. Masih lekat difikiranku, bagaimana beliau setiap hari membangunkanku sebelum adzan subuh berkumandang, sesaat sebelum ia berangkat ke masjid. Ya, ia sangat rajin sekali ke Masjid untuk sholat dan terkadang menyediakanku tempat di sampingnya. Masih lekat difikiranku, bagaimana ia mengajarkanku untuk disiplin mencari ilmu agama, melalui semangatnya aku meniru, beliau mengajariku ilmu yang didapat dipengajian ketika saya melewatkan untuk hadir. Walaupun tidak bisa membaca, setiap dikasih kertas doa/ringkasan, beliau bawakan untuk ku, “yo piye aku ra isoh moco, iki mau dikei ustadz(…).”



Tidak hanya ilmu agama beliau ajarkan, banyak, masih banyak lagi. Management waktu, tidak disangka banyak sekali aku belajar darinya, bahwa kegiatan perlu di susun agendanya, tidak boleh mleset. Setelah merantau ke Jakarta baru aku menyadari bahwa aku menirunya, waktu menjadi sangat penting dan aku benci jika tidak tepat. Sebelum merantau aku tidak mengerti, “kenapa harus sekarang? Kenapa tidak nanti saja? Kenapa harus langsung berangkat?” Dan banyak kenapanya, hingga aku sering membuatnya jengkel, ( I am sorry for that) maafkan aku telat memahamimu. Difikiranku kala itu yang belum matang, banyak bersliweran kenapa, akhirnya aku mengabaikan bahwa agendamu sudah tersusun sedemikian rupa supaya tidak menganggu waktu ibadah dan waktu-waktu lainnya.

Melauinya aku juga belajar mengelola keuangan, tidak mengeluarkan uang kecuali untuk kebutuhan. Untuk porsi keinginan sangat kecil sekali. Walaupun seketat itu ia menjaga keuangan jika untuk diriku, ia berikan banyak sekali. Masih lekat difikiranku, ia memberiku uang untuk banyak hal pertama di hidupku, ketika aku pertama mencari SIM, ketika pertama aku pergi kuliah, ketika pertama aku piknik bersama teman-teman sekolah. Ya semurah itu ia kepadaku, yang tidak dilakukan untuk cucunya yang lain, bahkan anaknya. Ya aku belajar banyak dari Ibu dan Simbok mengenai management keuangan ini, hingga kini setelah financial check up, semua sehat kecuali untuk pos asset, karena keuangan masih difokuskan untuk tabungan menikah dan memulai rumah tangga. Ya, memulai rumah tangga, ia belum sempat mendengarkan kabar baik dariku, yang selama ini curhatnya ke beliau masih seputaran galau belum menikah.

Aku saat ini, dipenuhi oleh value-value yang beliau miliki. Bagaimana ia rajin sekali mengurusi masalah pekerjaan rumah tangga. Matahari belum menunjukan pancarannya, ia sudah selesai dengan mencuci piring, yang kami semua gunakan dari setelah ashar hingga subuh. Jika dilarang, wah sangat tidak bisa, agenda habis subuh beliau tidak tidur, tapi aktif beraktifitas. Masih lekat di fikiranku, bagaimana ia membagi pekerjaan kepadaku sebelum aku sibuk mengejar pendidikan di SMA, sore adalah waktuku mencuci piring, yang sudah banyak digantikan oleh beliau. Kamarnya punya sapu khusus, selalu dalam keadaan bersih. Setiap hari mencuci baju dengan tangan, padahal sudah kami larang, karena ada mesin cuci. Setelah kering langsung dilipat, jadi tidak banyak yang perlu di setlika, jika ada beliau menitipkan kepadaku untuk disetlika, hanya baju untuk pergi, entah arisan atau pengajian (waktu SMA jobdeskku dirumah jadi menyetlika, dan sisanya dihandle Simbok).

Ditulis 3/6/2020 pukul 12.58 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar