Menilai kesuksesan ikan dari caranya memanjat dan monyet dari caranya berenang?
Pernah denger peribahasa itu ya. Kadang kita nih gak objektif
dalam menilai orang lain. Berekspektasi terlalu tinggi terhadap orang lain yang
mungkin itu bukan kapasitasnya. Termasuk ke diri sendiri, harus bisa segala
hal, harus mahir di segala bidang, tentu akan berakibat kecewa kedepannya. No,
kita tidak boleh menjudge segala sesuatu dari hanya satu sisi, dari hanya satu
penilaian. Jika memang dirimu lebih dalam satu bidang, ya kembangkan itu
menjadi lebih sempurna. Bersyukur kalau punya lebih dari satu potensi atau
keahlian.
Setiap manusia di design masing-masing oleh Allah SWT unik. Design
otak juga berbeda-beda setiap manusia,
ada yang bagus di musik, lukis, matematika, dsb. Atau ada yang bisa semua? Keajaiban
dunia itu. Tapi, tenang, sebenarnya kita bisa pelajari semuanya, butuh waktu
dan tenaga yang lebih banyak daripada orang yang memang punya bakat itu. Mengapa
kita gak kenali saja diri kita sendiri, mau kita itu apa, bakat kita dimana,
lalu fokus dan hebat di bidang itu. Lebih mudah untuk dipelajari, kita juga
mempelajarinya dengan enjoy.
Menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Tidak perlu
menuntut harus seperti ini dan itu, apalagi ke orang lain, ke diri sendiri pun
gak enak kan rasanya? Yang harus kita lakukan apa? Improve setiap hari,
memperbaiki diri setiap harinya, lebih baik dari hari ke hari. Jangan berhenti
belajar dan bekerja keras. Memasang target penting juga, namun kendalikan diri
jika target itu tidak sesuai dengan realitanya. Jalani sepenuh hati, jiwa dan
raga. Jalani dengan ikhlas, tanpa paksaan, enjoy every time you have, every
moment in your life. Kurangi trauma di masa lalu dan kekhawatiran akan masa
depan. Jalani hari dengan penuh, penuh syukur, penuh perhatian, sepenuhnya hatimu
pada setiap moment itu. Bahagia sekarang juga.
Ada cerita yang tidak nyata dan tentu dikarang sedemikian
rupa supaya nyambung ke tema tulisan dan enak dibaca hehehe
Pernah suatu hari, jatahnya puasa dan kebetulan hari itu
kebablasan jadi gak sahur. Pagi hari hingga sore dia mengantikan bawahannya
mendata di lapangan, dari satu rumah tangga ke rumah tangga lain. Kondisinya matahari
sangat terik, yang mau ditemui juga
belum tentu ada dirumah. Which is sebenarnya itu bukan jobdesknya dia, dan sudah
dilimpahkan ke orang lain, namun karena rasa tanggung jawab, dia juga ikut
membantu. Sebelum magrib dia menyempatkan diri ke kantor, sudah mendekati adzan
magrib, ada bawahan lainnya yang mau datang ke kantor untuk suatu urusan, yang
sebenarnya sudah lewat jam kantor. Dengan panik, dia kebingungan dong, karena
sudah berencana pulang karena mau menyiapkan buka puasa dan sebenarnya juga
sudah capek. Terpaksalah dia menunggu bawahannya itu.
Karena merasa dekat, dia cerita dengan nada panik dan sedih
ke seniornya kalau gak jadi pulang karena ada bawahan yang mau dateng. Seniornya
juga masih ada di kantor waktu itu. Lalu, merasa, kok ini junior gini banget
ya. Senior ini hanya memahami dari satu penggal waktu aja yang juniornya
ngeluh, cerita di paragraf satu tentu dia tidak tahu atau entah tidak memahami.
Waktu berlalu, dia tetap menunggu bawahannya sampai selesai urusannya baru dia
pulang. Malammnya, yang biasa dia gak pernah buka story seniornya itu,
seniornya bikin status dengan cerita ngomentarin video, (ada teman dikabupaten
lain yang bikin video bagus banget) “seandainya punya junior yang bisa bikin
kayak gini ya @.... ngetag temennya. Sedangkan bikin begituan, junior disini
kegiatan besar lembur sekali aja ngeluhnya panjang banget”
Langsung saat itu hatinya hancur sehancur hancurnya, dikira
mereka satu frekuensi, satu lingkaran pertemanan, saling memahami. Namun, dia
tetap diam, tetap diam dan menangis tentunya. Lalu paginya, orang yang di tag
itu (seniornya yg lain) juga nge PC dia bilang bahwa kerja di sini itu udah
biasa pakai jam diluar kantor. Intinya suruh memahami. Deg. Langsung tambah
hancur, dua seniornya nyerang dan meragukan kerja kerasnya. Seakan-akan tidak
pernah kerja di luar jam kantor? Padahal, dihari itu aja udah melebihi jam
kantor, lalu dihari-hari yang lalu gimana? Gak cuma sekali pakai jam istirahat
untuk uruasan kantor.
Again, untuk masalah video, setiap orang punya kelebihan
masing-masing. tidak semua orang pandai bikin video. Mungkin dia lebih dalam
bidang lain, contohnya: selama ini tidak ada pekerjaan terbengkalai, selalu all
out di setiap kerjaan, mungkin dia pandainya di nulis? So why? So what? harus
bisa bikin video gitu? Jadi kenapa gak seniornya itu aja yang bikin video? Its
hurt so much. Tapi, apakah membalas? Tentu saja tidak. Dia tetap melangkah
maju, semakin baik dari hari ke hari, semakin memaksimalkan apa yang bisa
dilakukan. Jadi tau aslinya, orang-orang disekelilingnya gimana, introspeksi
diri, bahwa mengeluh itu tidak untuk disampaikan ke sembarang orang. Tetap menjaga
privasi, membangun batasan kepada seniornya tersebut.
Ceritanya sampai disitu aja yaa. Bagi pembaca blog ini, please,
jangan ngomongin orang di story/status dsb, walaupun gak nyebut nama, itu juga
negative vibes buat orang yang baca. Dan kalau punya temen yang sukanya gitu,
ati-ati aja, tinggal tunggu waktu saat hubunganmu gak baik dengannya, kamu yang
akan diomongin. Untuk diriku dan dirimu, yuk jaga lisan jaga tulisan agar tidak
menyinggung orang lain. Jangan menuntut orang lain untuk ini dan itu. Terima
sepenuhnya setiap orang yang ada disekeliling, tidak usah mengandai-andai,
senadainya punya temen yang gini dan gitu. Tapi jadilah yang terbaik untuk
sekelilingmu. Salam Sehat! Sampai jumpa di lain artikel J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar