Selasa, 27 Desember 2016

Pelajaran Hidup dari Perjalanan Kereta

sumber gambar: www.pantauanharga.com

Hari ini kali pertama aku pergi jauh dari rumah. Selama 18 tahun berlalu, aku tidak pernah pergi sejauh dan selama yang akan aku tempuh ini. Aku pergi untuk merantau dari kabupaten kecil ke kota metropolitan terbesar di Indonesia. Aku adalah anak perempuan satu-satunya yang kecil, sering sakit-sakitan, sangat manja. Kali ini aku harus berubah, umurku sudah dewasa, sudah waktunya memikirkan yang orang dewasa pikirkan, yaitu tangung jawab.

Pagi itu, disertai tangisan semua keluarga aku mulai melangkah untuk pergi. Padahal sebelumnya aku tidak pernah melihat Ayah menangis selama aku hidup, Kakek meninggal saja beliau sangat tegar menghadapi cobaan itu, aku memahaminya, anak perempuannya akan keluar dari dekapannya. Aku bisa melihat kesedihan mereka saat melepasku pergi. Akan tetapi, hatiku sudah sangat tegar, aku berusaha tidak menunjukan kesedihanku ke mereka, dalam benak kutancapkan dalam-dalam bahwa ini untuk membahagiakan mereka juga.

Tidak lama, kereta datang ke stasiun kecil di kabupaten kami, aku bergegas masuk kereta. Aku mulai melepaskan semua kenyamanan yang aku rasakan saat bersama mereka. Aku mulai menghilangkan pemikiran egoisku selama ini. Sekuat apapun aku menahan, air mata ini menetes juga karena kenyataannya aku harus jauh dari mereka yang sangat aku sayangi, disertai syahdunya suasana pagi di kereta yang membelah persawahan-persawahan.

Pagi itu, aku melihat para petani itu dengan sudut pandang yang berbeda. Wajah mereka menunjukan harapan besar pada apa yang mereka tanam agar dapat menyambung hidup manusia khususnya untuk keluarganya. Mereka terlihat sangat ikhlas dan damai, tidak terburu-buru dan panik seperti kebanyakan orang kota. Dengan tiba-tiba terlintas di pikiranku, jika saja mereka tidak sabar dan mengejar kehidupan dunia, mereka semua akan pindah ke kota-kota besar dan bekerja disana. Lalu siapa yang akan menanam padi, sayur, buah dan apa yang bisa manusia makan. Mulai saat itu, aku berjanji akan menghargai apapun peran setiap orang, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

Aku melihat kebanyakan rumah yang dilewati begitu sederhana dan kecil. Di samping rumah tersebut masih rindang pepohonan dan terlihat belum mendapat banyak campur tangan manusia. Hanya aku lihat beberapa rumah yang megah di samping jalan kereta ini. Lantas, aku membayangkan orang yang menghuni rumah-rumah tersebut. Apakah rumah yang lebih bagus akan membuat penghuninya lebih bahagia? Aku rasa tidak, karena aku sering melihat orang keluar rumah yang sangat sederhana dengan wajah yang sumringah dan tenang. Apakah banyaknya harta yang mereka miliki yang membuat keluarga bahagia? Ternyata tidak, aku melihat ke dalam keluargaku sendiri, ternyata kebahagiaan diciptakan dari kehangatan semua anggota keluarga dan rasa bersyukur. Ternyata apapun yang kita miliki harus disyukuri agar menjadi tenang dalam menjalani hidup.


Tidak terasa kereta yang aku naiki sudah mau sampai ke tempat tujuan. Seiring dengan itu saatnya aku bersiap untuk berjuang sebagai orang dewasa dan mandiri. See u at the top!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar