sumber gambar: www.pantauanharga.com |
Hari
ini kali pertama aku pergi jauh dari rumah. Selama 18 tahun berlalu, aku tidak
pernah pergi sejauh dan selama yang akan aku tempuh ini. Aku pergi untuk
merantau dari kabupaten kecil ke kota metropolitan terbesar di Indonesia. Aku
adalah anak perempuan satu-satunya yang kecil, sering sakit-sakitan, sangat
manja. Kali ini aku harus berubah, umurku sudah dewasa, sudah waktunya
memikirkan yang orang dewasa pikirkan, yaitu tangung jawab.
Pagi
itu, disertai tangisan semua keluarga aku mulai melangkah untuk pergi. Padahal
sebelumnya aku tidak pernah melihat Ayah menangis selama aku hidup, Kakek
meninggal saja beliau sangat tegar menghadapi cobaan itu, aku memahaminya, anak
perempuannya akan keluar dari dekapannya. Aku bisa melihat kesedihan mereka
saat melepasku pergi. Akan tetapi, hatiku sudah sangat tegar, aku berusaha
tidak menunjukan kesedihanku ke mereka, dalam benak kutancapkan dalam-dalam
bahwa ini untuk membahagiakan mereka juga.
Tidak
lama, kereta datang ke stasiun kecil di kabupaten kami, aku bergegas masuk
kereta. Aku mulai melepaskan semua kenyamanan yang aku rasakan saat bersama
mereka. Aku mulai menghilangkan pemikiran egoisku selama ini. Sekuat apapun aku
menahan, air mata ini menetes juga karena kenyataannya aku harus jauh dari
mereka yang sangat aku sayangi, disertai syahdunya suasana pagi di kereta yang
membelah persawahan-persawahan.
Pagi
itu, aku melihat para petani itu dengan sudut pandang yang berbeda. Wajah
mereka menunjukan harapan besar pada apa yang mereka tanam agar dapat menyambung
hidup manusia khususnya untuk keluarganya. Mereka terlihat sangat ikhlas dan
damai, tidak terburu-buru dan panik seperti kebanyakan orang kota. Dengan tiba-tiba
terlintas di pikiranku, jika saja mereka tidak sabar dan mengejar kehidupan
dunia, mereka semua akan pindah ke kota-kota besar dan bekerja disana. Lalu
siapa yang akan menanam padi, sayur, buah dan apa yang bisa manusia makan.
Mulai saat itu, aku berjanji akan menghargai apapun peran setiap orang, karena
manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Aku
melihat kebanyakan rumah yang dilewati begitu sederhana dan kecil. Di samping
rumah tersebut masih rindang pepohonan dan terlihat belum mendapat banyak
campur tangan manusia. Hanya aku lihat beberapa rumah yang megah di samping
jalan kereta ini. Lantas, aku membayangkan orang yang menghuni rumah-rumah
tersebut. Apakah rumah yang lebih bagus akan membuat penghuninya lebih bahagia?
Aku rasa tidak, karena aku sering melihat orang keluar rumah yang sangat
sederhana dengan wajah yang sumringah dan tenang. Apakah banyaknya harta yang
mereka miliki yang membuat keluarga bahagia? Ternyata tidak, aku melihat ke
dalam keluargaku sendiri, ternyata kebahagiaan diciptakan dari kehangatan semua
anggota keluarga dan rasa bersyukur. Ternyata apapun yang kita miliki harus
disyukuri agar menjadi tenang dalam menjalani hidup.
Tidak
terasa kereta yang aku naiki sudah mau sampai ke tempat tujuan. Seiring dengan
itu saatnya aku bersiap untuk berjuang sebagai orang dewasa dan mandiri. See u
at the top!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar