Selasa, 30 Agustus 2016

Merdeka?





    Baru saja Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke 71 pada 17 Agustus 2016. Walaupun negara kita sudah merdeka tapi bagaimana dengan rakyatnya? Tentu berbeda yang dirasakan setiap rakyat. Kemerdekaan bagiku adalah terbebas dari kekurangan ekonomi, keterbatasan memilih sesuatu, dan terjebak oleh keadaan.

    Di sekeliling kita masih banyak keluarga yang belum mandiri secara ekonomi, masih mengantungkan hidupnya pada hutang, gali lubang tutup lubang. Begitu seterusnya, karena pengeluaran mereka kurang dari pendapatan mereka. Menurutku mereka belum merdeka karena terjajah oleh kekurangan ekonomi, dan tentunya perlu dimerdekakan. Banyak kaum yang nyinyir terhadap mereka yang masih punya hutang karena mereka tidak melihat lebih dalam ke kehidupan mereka. Kaum miskin banyak berhutang dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, pendidikan, kesehatan. Kebutuhan tersebut tidak dapat ditunda dalam pemenuhannya. Sementara mereka menjadi buruh pabrik atau bahkan hanya buruh musiman yang gajinya sedikit dan hanya cukup untuk makan, lalu hal lain seperti pendidikan, kesehatan didapat dari mana? Ya solusinya hanya berhutang, setiap awal bulan sudah hampir habis gajinya untuk mencicil hutang, lalu untuk makan dan yang lain bagaimana? Ya solusinya hanya berhutang lagi, dengan bunga besar, sehingga semakin mencekik mereka. Dalam pemikiran orang banyak, salah orang tersebut mengapa sampai terlilit hutang. Hello? Mereka tidak seberuntung kalian yang punya pendidikan tinggi dan punya keahlian yang dapat menghasilkan uang banyak atau bahkan kalian punya keluarga yang dapat memberimu segala hal. Tetapi mereka? Hanya bisa makan tanpa berhutang dan dapat berkumpul dengan keluarga saja sudah beruntung.

    Ada lagi golongan lain yang menurut aku belum merdeka, yaitu terjebak dalam keadaan yang sulit. Keadaan sulit tersebut membuat hidup mereka sesak, terhimpit, dan terbatas. Banyak bawahan yang takut sekali dengan atasan, seakan atasan itu yang menentukan hidup mereka. Sehingga apapun yang dikatakan atasannya menjadi doktrin untuk dia, yang parahnya harus dilakukan walaupun hal itu tidak sesuai dengan dirinya. Dia tidak bisa berontak karena ketakutann terhadap yang akan terjadi kedepannya. Ada lagi orang yang terjebak dalam keadaan yang diciptakan oleh dirinya sendiri. Sifat-sifat manusia yang membuat dia tidak merdeka, contohnya iri, pamer, sombong, tidak mau kalah, dsb. Hal tersebut membatasi dirinya sendiri untuk bahagia. Sejatinya kebahagiaan berpusat pada hati masing-masing, tetapi jika hatinya dikotori oleh hal-hal buruk, maka dia hanya bisa merasakan kebahagiaan yang semu atau bahkan tidak dapat merasakan kebahagiaan. Hidup mereka habis digunakan untuk memenuhi nafsu terhadap hal yang bersifat duniawi. Mereka perlu dimerdekakan agar bisa bahagia menjalani hidup yang hanya sekali di dunia ini.

    Mereka yang terbatas dalam memilih. Entah memilih barang-barang, entah memilih keputusan dalam hidupnya. Banyak sekali orang yang tidak punya pilihan dalam hidupnya. Misalnya masih ada orang miskin yang tak punya pilihan lain selain makan nasi dan garam, mereka tidak dapat memilih makan pakai apa hari ini, tetapi mereka hanya punya pilihan apakah hari ini makan atau tidak. Ada juga yang tidak bisa memilih keputusan dalam hidupnya karena keterbatasaan dalam dirinya, misal penyakit, kecacatan, dsb. Tidakkah sekali saja kamu pernah memikirkan keadaan mereka? Orang yang sakit parah hanya bisa berada di rumah sakit, dan tidak bisa kemanapun.

    Merdeka katamu? Tantangan dan cobaan masih menindas kita, INDONESIA. Kita masih harus melawan dan berjuang demi kehidupan yang lebih baik lagi. Lakukan yang terbaik dalam bidangmu dan bermanfaatlah bagi sesama. Jangan hanya mengeluh dan mengumpat tapi take action. Memberi lebih baik daripada menerima. Berikan kontribusi terbaikmu untuk INDONESIA tercinta. See u on the top!

Jumat, 19 Agustus 2016

Cerpen: Dream

            Pagi ini grimis tiba-tiba datang ke desaku pada bulan Agustus yang seharusnya bukan musim hujan. Baru saja kemarin aku pulang dari Ibukota ke kampung halaman yang penuh dengan kenangan. Pagi ini matahari pun malu-malu untuk menampakan dirinya. Suara burung, ayam dan sapu lidi terdengar begitu menakjupkan walaupun kadang disertai suara kendaraan yang menggangu seperti layaknya di ibukota. Suara sandal dari tetangga yang lewat juga sangat unik. Beberapa hal yang tidak aku temukan di kota metropolitan.
            Dalam masa cuti ini, aku masih berkutat dengan huruf dan angka project dari kantor yang harus diselesaikan. Memang menjadi pekerja kantoran seakan seperti mesin yang setiap waktu harus mau di ajak kerja demi tercapai target bulanan. Seperti kebiasaan aku dari 5 tahun yang lalu, duduk di teras rumah dengan ditemani kopi dan ketela rebus yang keduanya beruap karena masih panas. Dengan tidak sengaja, aku menjatuhkan gelas kopi yang belum sempat aku minum. Tiba-tiba ingatan yang telah lalu terputar dengan jelas di otakku.
            Namaku Rani, aku masih berusia sangat muda yaitu 18 tahun masih bersekolah di SMA terbaik di kotaku. Aku selalu bersemangat setiap akan berangkat sekolah karena sudah punya tujuan untuk masa depan, yaitu melanjutkan impian dari masa kecilku untuk menjadi dokter. Aku selalu berusaha keras dan rajin berdoa. Aku berada dalam deretan siswa berprestasi di sekolah. Aku biasa maju kedepan saat upacara tahun ajaran baru karena semester lalu mendapat juara paralel. Disaat yang lain pulang ke rumah setelah jam pelajaran berakhir, aku masih disekolah untuk mengerjakan tugas. Jika tugas sudah selesai dari siang maka sore hingga malam aku masih bisa belajar pelajaran yang telah lalu dan yang akan datang. Keuangan keluargaku juga dirasa cukup untuk membiayai sekolah kedokteranku nanti karena ayahku adalah seorang manager di perusahaan mebel yang bonafit. Ibuku sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurusi sawah yang hanya 2 petak warisan keluarga. Aku punya 1 kakak laki-laki yang sedang berkuliah jurusan TI di kampus swasta di kota kami.
Rumah keluarga kami cukup besar jika dibandingkan dengan tetangga-tetangga. Kami juga dihormati di desa kami, dibuktikan saat kami ikut organisasi di desa pasti kami ditunjuk menjadi pengurus inti. Ya begitulah, kehidupan kami berjalan. Kebiasaan pagiku sebelum berangkat sekolah, yaitu duduk di teras rumah ditemani ayah minum kopi bersama. Tapi kali ini ada yang berbeda, Ayah menyuruhku membuatkan kopi yang sama dengan yang aku minum. 1 gelas dengan racikan: kopi hitam setengah sendok teh ditambah creamer 2 sendok makan dan dengan gula 2 sendok. Sebenarnya Ayah terbiasa minum kopi hitam. Tapi sekarang Ayah menjadi pecinta kopi yang aku buatkan. Setiap pagi aku membuat 2 gelas kopi untuk kami berdua.
            Kakak laki-laki yang biasa aku pangil dengan Mas Indra adalah seperti kakak pada umumnya. Kami dekat tapi jarang saling sharing. Hubungan kami hanya sebatas saling bantu yaitu antar jemput jika terjadi sesuatu dengan salah satu motor kami. Jika motor kami ada yang bocor/rusak maka Mas Indra mengantarku ke sekolah, jika sudah pulang sekolah maka dia menjemputku. Ya hanya seperti itu. Saling menyapa jika dirumah, dan tanpa tahu apa yang didalam hati masing-masing. Setelah beberapa waktu aku tahu bahwa ternyata Mas Indra perhatian denganku. Dibuktikan saat aku ngobrol dengan Mas Wildan pemilik kafe yang biasa aku main dengan teman-temanku. Mas Wildan adalah teman Mas Indra. Dia bercerita bahwa mas Indra meminta tolong kepadanya agar menjagaku saat aku disini. Katanya lagi padahal Mas Indra jarang sekali bilang minta tolong dengan serius kepadanya. Baru sadar bahwa Mas Indra sangat care kepadaku. Saat aku sakit juga Mas Indra yang banyak mengurusiku. Mas Indra juga sering membantuku untuk mencarikan apa yang aku butuhkan untuk kebutuhan sekolahku. Tinggal bilang saja pada hari itu langsung dicarikan hingga dapat. Awalnya aku kira itu hanya merupakan kewajibannya, tetapi semakin lama aku tahu bahwa itu dilakukannya dengan tulus dan rasa kasih sayang.
            Pagi ini, ada yang berbeda dengan Ayah. Ayah yang biasanya sudah berpakaian rapi ke kantor, ini masih pakai sarung dan kaus saat menemaniku minum kopi. Tanyaku kepadanya, “Ayah kok belum siap-siap?” Jawabnya dengan bersemangat, “ Iyaa, Ayah hari ini libur.” Walaupun aku tidak yakin dengan jawaban itu, karena kantor Ayah sangat jarang memberikan libur pada karyawannya. Pada hari raya pun sering tidak libur karena target harus terpenuhi. Tapi ya sudahlah biar saja, aku pun tidak sempat untuk menanyakan lebih jauh karena akan berangkat sekolah. Pikirku nanti saja saat pulang aku tanyakan kepada Ayah.
            Hari ini banyak guru memberikan tugas. Seperti biasa selepas pulang sekolah, aku kerjakan tugas tersebut di sekolah. 2 jam sudah aku mengerjakan tugas tetapi belum juga selesai, seperti biasa Mang Giman tukang kebun di sekolah mengingatkanku untuk segera pulang karena sudah jam 5 sore dan sekolah akan segera ditutup. Yasudah, aku pulang dengan beban tugas yang harus diselesaikan. Sesampainya dirumah aku melakukan kebiasaan sore seperti mandi, makan, beribadah dsb. Setelah jam 7 malam aku melanjutkan mengerjakan tugas sekolah dan belajar hingga tengah malam. Aku baru ingat sebelum tidur bahwa aku tidak sempat menanyakan tentang Ayah. Pikirku lagi yasudah besuk pagi saja.
             Pagi ini, aku bangun telat karena kemarin tidurnya larut malam. Jadi aku sangat buru-buru berangkat ke sekolah, melewatkan kopi dan obrolan dengan Ayah. Lagi-lagi aku berfikir yasudah nanti sore saja aku tanyakan, karena hari ini aku melihat Ayah tidak berangkat kerja lagi. Saat kami makan malam, aku menanyakan hal tersebut kepadanya. Ayah cerita bahwa saat ini usaha mebel sedang terpuruk karena terjadi inflasi yang tinggi sehingga orang-orang lebih memilih mengunakan uangnya untuk kebutuhan pokok seperti makan, sekolah, dsb. Hal tersebut membuat pemilik pabrik menutup usaha tersebut karena selalu defisit beberapa bulan belakangan. Ayah sedang berusaha mencari pekerjaan baru dengan menanyakan kepada rekan-rekan kerja. Ayah bercerita bahwa belum menemukan pekerjaan baru. Aku sungguh sangat khawatir jika Ayah tidak bekerja maka impianku terancam gagal karena hampir tidak ada beasiswa untuk jurusan kedokteran. Akan tetapi aku menyembunyikannya dari Ayah.
            Tinggal 1 bulan lagi aku akan menjalani ujian nasional dan selanjutnya menghadapi ujian masuk perguruan tinggi. Aku masih punya harapan karena aku tahu Ayah sangat bersemangat mencari pekerjaan baru. Aku masih tetap belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku juga masih sering bangun di tengah malam untuk berdoa. Impianku masih sama yaitu menjadi dokter walaupun sudah 3 minggu Ayah belum juga menemukan pekerjaan baru. Teman-temannya tidak mau menerima Ayah bekerja karena tidak bisa mengaji Ayah sebesar saat menjadi manager dulu. Ayah terus memaksa mereka agar memberi gaji seadanya, tetapi mereka tidak tega untuk melakukan itu. Ayah terus mencari cara untuk menghasilkan uang agar impianku dan Mas Indra dapat terwujud.
            Waktu berjalan begitu saja dengan keadaan Ayah yang mulai sakit-sakitan karena beban pikiran yang sangat berat, disaat anak-anaknya membutuhkan biaya di pendidikan tinggi, sumber keuangan keluarga kami hilang. Keadaan Ayah sangat terpuruk, walaupun Ibu selalu menenangkannya dan tidak pernah menuntut. Ibu tidak pernah terlihat khawatir apalagi marah dihadapan Ayah saat terjadi masa-masa sulit seperti ini. Dengan keadaan keluarga kami yang seperti itu, aku sekarang lebih banyak berfikir tentang masa depan keluarga kami. Mas Indra masih 2 tahun lagi untuk wisuda, padahal biaya kuliah Mas Indra di Perguruan Tinggi Swasta sangat mahal. Biayanya mencapai 3 kali lipat jika dibandingkan pada Perguruan Tinggi Negeri. Ibu pun juga mengambil uang tabungan untuk kebutuhan sehari-hari, yang sebenarnya untuk tabungan pendidikan kami.
            Ujian Nasional aku jalani dengan semangat, walaupun terjadi perubahan pola soal menjadi lebih sulit dari tahun lalu. Setelah ujian nasional selesai aku semakin banyak berfikir tentang apakah aku melanjutkan impianku atau tidak. Aku sungguh tidak tahu jalan keluarnya. Pukul 5 sore aku biasa melihat segerombolan burung lewat di atas rumah untuk pulang kesarangnya setelah seharian mencari makan. Mas Indra tiba-tiba menghampiriku dan menanyakan, “Kenapa sih sering amat didepan rumah, nungguin siapa?” tanyanya sambil sedikit mengoda. Hanya ku jawab dengan senyuman saja. Dia lalu memulai pembicaraan tentang keinginanku menjadi dokter. Aku bilang ke Mas Indra, “ Entahlah mas. Aku gak tau. Kayaknya gak jadi deh. Hehehe.” Mas Indra lalu bicara, “Loh, siapa ini? Kayaknya ini bukan adek Mas deh. Kan kamu orang yang paling getol mengejar impian.” Mas Indra tahu banget siapa adeknya ini. Aku belajar belakangan ini dari pagi hingga malam, setiap buka kamarku, dia lihat aku belajar terus. Sampai dia bilang, “ Belajar mulu, sekali-kali main sana. Keluar kemana kek. Pasti ketrima deh gak usah khawatir dek.” Yah dia selalu berhasil membuatku tenang. Ditengah-tengah lamunanku tersebut, dia mengangetkanku dengan bicara, “ Yaudah, Mas Indra gak usah daftar ulang aja ya semester depan. Uangnya buat kamu kuliah aja. Mas Indra juga udah pusing kuliah mulu. Hehehe. Mas Indra udah pengen kerja aja siapa tahu bisa bantu biaya kuliahmu.” Sontak mendengar kata-kata Mas Indra aku langsung marah, “ Bukan begitu jalan keluarnya.” Lalu aku pergi masuk ke dalam dengan keadaan marah dengan Mas Indra.
            Aku terlihat ceria dihadapan Ibu dan Ayah, dan masih bisa bercanda dalam keadaan keluarga kami yang sedang terpuruk. Ayah juga setiap minggu datang ke dokter keluarga kami, migrain Ayah semakin memburuk karena pikiran Ayah tidak tenang. Aku masih tidak bisa ngobrol dengan Mas Indra karena Mas Indra gampang sekali menyerah dalam keadaan keluarga kami. Aku sedang berfikir keras gimana caranya bisa keluar dari masalah kami ini. Aku mulai dari menghitung tabungan Ayah, aset yang bisa dijual. Setelah dapat semua, lalu aku juga menghitung biaya kehidupan sehari-hari kami dan biaya kuliahku dengan Mas Indra misal kami berdua melanjutkan kuliah. Aku saat ini hanya bisa diskusi dengan Ibu karena Ayah tidak memungkinkan untuk diajak mikir dan Mas Indra yang nyebelin itu masih berfikiran sama sepertinya. Tentunya aku juga masih menyiapkan untuk ujian masuk perguruan tinggi.
            Semakin dekat dengan pendaftaran ujian, aku semakin tidak tenang. Jika semua aset kami jual dan ditambah sisa tabungan Ayah, kami hanya dapat kuliah 1 tahun. Biaya kuliah kedokteran yang sangat mahal, belum lagi kebutuhan selama kuliah juga mahal. Untuk wisuda Mas Indra butuh 2 tahun lagi. Huft, aku sangat bingung dengan semua itu. Jika aku tidak kuliah, dan Mas Indra kuliah maka hanya sampai 1.5 tahun. Aku mulai berfikir sama dengan Mas Indra. Mending aku tidak kuliah dan bekerja saja, agar Mas Indra bisa selesai sampai wisuda. Akhirnya aku tahu bagaimana pola pikir Mas Indra. Berkorban untuk saudaranya, itu yang difikirkan Mas Indra. Tetapi jika Mas Indra berhenti kuliah dan aku lanjut kuliah, itu juga tidak bisa ku terima, karena mengorbankan masa depan saudara demi keegoisan mengejar cita-cita. Semua pilihan sungguh membuatku sangat pusing dan hampir frustasi.
Aku duduk di ruang tamu sambil memegang gelas kopi yang belum sempat aku minum. Ayah datang kepadaku dan bilang, “Dek, Ayah gak bisa biayai kamu kuliah kedokteran. Maafkan Ayah ya.” Lalu Ayah tiba-tiba pingsan dan aku dengan tidak sengaja menjatuhkan gelas kopi tersebut dan bersegera menghampiri Ayah dan berteriak histeris meminta tolong. Lalu kami bawa Ayah kerumah sakit. Ternyata Ayah tidak apa-apa, hanya karena banyak fikiran sehingga tubuhnya drop. Kami bawa Ayah pulang karena tidak disuruh opname.
            Malamnya, aku menemani Ayah yang masih lemas dan terbaring di tempat tidur. Ayah memulai pembicaraan lagi, dengan menanyakan, “ Gimana dek? Bentar lagi pendaftaran kan.” Jujur saja aku juga sudah tidak tahu lagi mau jawab gimana. Aku hanya meneteskan air mata, lalu keluar dari kamar Ayah dan menangis dengan sejadi-jadinya karena dalamnya rasa sedihku. Lalu Mas Indra datang dan memeluk untuk menenangkanku. Katanya dengan sangat bijak,” Sudah dek tidak usah menangis, nanti kita cari jalan keluarnya ya.”
Bangun tidur aku demam tinggi, rasanya sangat pusing dan lemas saat jalan, jadi aku masih berada di kasur setelah shalat subuh. Aku belum keluar sarapan, lalu Mas Indra ke kamarku. “Dek bangun, ayo sarapan dulu. Loh kok panas banget badannya.” tanyanya sambil memegang keningku. Lalu Mas Indra mengambilkan sarapan dan obat untukku. Ibu masih mengurusi Ayah, jadi Mas Indra yang mengurusiku. Setelah sarapan dengan tidak sengaja aku mual dan muntah. Mas Indra yang membersihkannya. Yaampun Mas Indra baik banget sih. huhuhu. Aku baru tahu bahwa dia sangat sayang kepadaku. Selama 18 tahun aku baru sadar punya Mas yang benar-benar peduli denganku walaupun kadang-kadang cuek dan beda pendapat.
            Setelah aku sembuh, kami lalu membicarakan tentang masa depan keluarga kami. Ayah kali ini dalam keadaannya membaik dari migrain-nya, karena Ayah mulai menerima bahwa saat ini tidak sama seperti dulu yang gampang sekali mencari uang. Mas Indra duduk disampingku, Ayah dan Ibu dikursi didepan kami. Memang tempat ini biasa untuk kami kumpul dan bermalas-malasan berjamaah, karena kursinya yang sangat empuk dan ruangannya di rancang dengan sangat nyaman. Ayah mulai dengan menanyakan, “Bagaimana keadaan mimpi-mimpi kalian?”. Aku hanya bisa tersenyum simpul dan Mas Indra hanya bisa memandangiku. Lalu Ayah menambahkan lagi, “ Sepertinya Ayah dan Ibu tidak bisa membiayai kuliah kalian lagi, ada tabungan pendidikan kalian yang tinggal beberapa karena sudah dipakai untuk kehidupan kita selama 2 bulan Ayah tidak bekerja. Ayah akan mencari pekerjaan di industri lain karena industri mebel sudah tidak bisa diharapkan lagi. Ya susah sih, umur Ayah yang sudah tua, dan sepertinya sulit kalau cari pekerjaan. Tapi pekerjaan apapun itu akan Ayah terima. Saat ini kalian berdua sudah dewasa, dan bisa menentukan masa depan kalian masing-masing. Ayah dan Ibu mendukung apapun keputusan kalian.” Mas indra bicara dengan muka serius yang jarang sekali aku lihat, “ Kami akan memikirkan dulu ya Yah, jika sudah ketemu solusinya akan kami beri tahu.” Karena sungguh rasanya pusing sekali. Aku meletakkan kepalaku di pundak Mas Indra. Wuwuwu sedikit lebih nyaman rasanya.
            Belakangan ini, aku dan Mas Indra banyak berdiskusi. Besuk adalah hari pendaftaran masuk perguruan tinggi. Kali ini kami berada di kursi belakang rumah, karena anginnya lumayan menyejukkan disana. Sungguh Mas Indra dan aku masih saja mempertahankan pendapat kami, yaitu membiarkan saudaranya kuliah dan memilih bekerja saja. Kami juga memikirkan keadaan Ayah dan Ibu. Kami tidak tega jika harus mengambil uang itu karena keadaannya sudah beda dengan yang dulu. Setiap kami diskusi hanya berakhir dengan ketidakpastian. Akan tetapi hari ini aku harus dapat keputusan karena besuk sudah harus mendaftar jika impianku masih bisa diteruskan. Kami mempertimbangkan setiap pilihan, baik dan buruknya. Akhirnya, kami tidak bisa mengunakan uang tabungan itu. Karena jika kami memakai uang tabungan itu, Ayah dan Ibu tidak punya jaminan masa tua apalagi sekarang keadaannya seperti ini. Kami juga tidak bisa menjual rumah, mobil, dan aset lain karena kami tidak mau menempatkan orang tua kami dalam keadaan yang susah, yang seharusnya bisa menikmati masa tuanya. Kami harus berjuang meraih impian kami masing-masing.
            Dengan sangat berat hati dan disertai tangisan semalam penuh, aku melepaskan impianku yang sudah aku perjuangkan dengan sepenuh hati. Aku juga memutar musik semalaman penuh agar tidak terdengar tangisanku oleh Ayah dan Ibu. Semalam Mas Indra juga tidak pulang, aku rasa dia tidak ingin dilihat keluarganya ketika sedih. Kami memutuskan untuk bekerja saja, jika aku kuliah, Mas Indra juga belum pasti dapat membiayai kuliahku, karena mahalnya sekolah kedokteran, begitu juga sebaliknya jika Mas Indra kuliah, aku juga belum tentu dapat membiayainya karena kampus Mas Indra biayanya sangat besar. Yah, begitulah keputusan terberat selama hidup kami. Kami melepaskan impian-impian kami.
            Hari ini aku membuka internet, bukan mendaftar ujian tetapi mencari informasi lowongan pekerjaan. Mas Indra pun sama, saat ini dia mencari pekerjaan. Dia baru akan mulai bekerja setelah aku mendapat pekerjaan, karena Mas Indra tidak tega meninggalkan adeknya sendiri menganggur. Mas Indra sudah diterima bekerja di Bank karena koneksi pertemanan Mas Indra luas sekali, sehingga dengan mudah dia mendapat pekerjaan. Sementara aku masih menunggu untuk wawancara perusahaan dari Jakarta. Aku mendaftar staff pemasaran pada produk makanan dari perusahaan tersebut. Sedangkan Mas Indra menjadi petugas lapangan di Bank swasta.
            Wawancara pun telah aku lakukan dan diterima di perusahaan tersebut. Aku mulai merantau ke ibukota dengan dilepas tangisan Ayah dan Ibu di stasiun. Aku menjadi staff dalam divisi pemasaran, pekerjaan banyak diberikan oleh kepala divisi kepadaku, karena aku cepat dalam melaksanakan tugas dan tidak pernah mengeluh. Hari demi hari pun aku lalui dengan semangat, meskipun banyak yang iri dan ingin menjatuhkanku, karena aku adalah pekerja baru yang langsung disukai pimpinan. Aku hanya memiliki satu teman disini yang umurnya 5 tahun diatasku, namanya Mbak Citra. Mbak Citra mempunyai pribadi yang sangat baik dan shalihah. Sehingga saat ini aku dibimbing olehnya dalam segala hal. Dia tahu aku belum punya banyak uang, jadi dia selalu mentraktirku saat kami nonton dan makan. Aku ikut kelompok kecil pengajian Mbak Citra dan teman-temannya. Banyak sekali ilmu agama yang aku dapatkan melalui kelompok tersebut. Kami sering mengkaji ilmu-ilmu agama tidak hanya dari satu sumber tetapi dari banyak sumber. Kami kumpul satu minggu sekali.
            Tiba-tiba ibu mengangetkan lamunanku dengan bertanya,” Apa tadi yang pecah dek?” Dengan ekspresi kaget dan bingung aku menjawab, “Itu bu, gelasnya gak sengaja jatuh.” Aku membereskan pecahan gelas tersebut dan segera menyelesaikan project dari kantor. Segera aku berucap syukur. Hidupku selama ini seperti segelas kopi kesukaanku, ada pahitnya, ada manisnya, ada enaknya diaduk menjadi satu, sehingga sangat nikmat untuk diminum. Jika tidak ada pahit dalam hidupku, aku tidak dapat mensyukuri apa yang manis dan enak dihidupku. Jika tidak ada manis dalam hidupku, entah aku dapat menjalani atau tidak, seperti kopi tanpa gula dan creamer, rasanya pahit membuatku tidak sanggup meminumnya.
Setiap 3 bulan sekali aku pulang ke rumah Ayah dan Ibu pada akhir pekan, lalu kembali lagi merantau, hal tersebut aku lakukan selama 5 tahun terakhir ini. Yah, menjadi pekerja pabrik yang sepertinya akan menjadi selamanya karena sudah terlanjur nyaman, setiap 4 tahun kami mengalami kenaikan pangkat yang ditentukan dari kinerja. Dan sepertinya impianku saat ini telah berganti menjadi pimpinan yang tinggi di perusahaan tersebut. Ayah dan Ibu sudah menjadi petani yang tenang dan damai walaupun hanya punya lahan sedikit. Mas Indra sudah mempunyai istri dan anak laki-laki. Kami bahagia meskipun impian kami tidak sama seperti dulu. Walaupun dalam secangkir kopi tetap ada pahitnya, itu yang membuat nikmat untuk diminum. Begitupun hidup kami, tetap terdapat cobaan-cobaan hidup yang harus dihadapi dan dijalani, akan membuat kami naik level menjadi manusia yang lebih baik lagi.


Blog Post ini dibuat dalam rangka mengikuti kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com




Sabtu, 13 Agustus 2016

“Hallo” and “Good Bye”


             Setiap orang datang ke kehidupan kita tanpa kita yang meminta dan tanpa kita tahu kapan. Kita tidak tahu akan menjadi siapa di kehidupan kita. Kita hanya bisa menjalani dan menerima apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Walaupun kita berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuat dia berada disisi kita, belum tentu itu terwujud. Kita tidak pernah tahu berapa lama dia berada dalam kehidupan kita. Setelah sekian banyak waktu yang dilewati bersama, namun tidak bisa dipastikan bahwa dia terus berada di kehidupan kita.


Dia meninggalkan kita, dengan berbagai sebab dan alasan. Meskipun belum tentu itu keinginannya, tetapi keadaan yang memaksa untuk pergi dari kehidupan kita. Atau bisa juga posisi kita telah tergantikan oleh orang lain, sehingga tidak ada lagi tempat untuk kita. Alasan lain, mungkin kita telah melakukan kesalahan sehingga dia tidak lagi sanggup bersama kita, atau sebaliknya. Atau keperluannya dengan kita telah selesai, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tetap tinggal dan bersama. Dan banyak alasan mengapa orang pergi dari kehidupan kita.

Saat ditinggalkan seseorang, kita belum tentu sedih hingga meneteskan air mata, bisa jadi kita malah senang atau biasa aja. Seperti hujan belum tentu selalu gelap, penuh dengan awan mendung yang menutupi matahari, tetapi bisa jadi hujan dengan sinar matahari yang datang bersamaan dalam suatu daerah. Tidak perlu terlalu disesali jika dia pergi dari kehidupan kita. Toh, itu memang hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan manusia, manusia datang dan pergi dari manusia yang lain.

Yang perlu dilakukan adalah menjadi diri sendiri disertai usaha selalu memperbaiki diri agar menjadi manusia yang lebih berkualitas. Tidak ada satu orangpun yang dapat dipastikan selalu berada disamping kita dan dapat menolong kita. Maka dari itu, kenapa kita perlu Tuhan ada dalam hidup kita. Disaat semua orang pergi dari kehidupan kita, kita masih punya Tuhan yang Maha Penolong. Ketika semua orang sibuk dengan urusan pribadinya, ada Tuhan yang dan Maha Mendengar, yang menjadi tempat curhat tanpa takut dibocorkan dan selalu memberi yang terbaik, bukan yang kita minta tapi yang kita butuhkan.

Ketidakpastian selalu terjadi dalam hidup manusia. Tidak pasti benci itu akan selamanya, tetapi bisa jadi benci tersebut menjadi cinta. Bisa jadi saat ini cinta berubah juga menjadi benci. Tidak pasti pergi itu tidak akan kembali lagi, bisa jadi di waktu mendatang dipertemukan kembali. Kita hanya butuh yakin terhadap rencana Tuhan untuk hidup kita, agar kita tidak selalu terjebak dalam penderitaan karena ketidakpastian yang terjadi.

Takut kehilangan seseorang adalah hal wajar karena manusia punya hati untuk merasakan. Yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana menyikapi kepergian orang tersebut. Apakah kita ikhlas dan percaya bahwa semua yang ada di dunia ini sudah ada yang mengatur. Ataukah kita terus meratapi dan khawatir berlebihan seakan-akan tidak ada Tuhan. Itu adalah pilihan hidup kita. Ingat, semua yang kita lakukan didunia ini akan dipertangungjawabkan kelak di akhirat.

Yaa, begitulah yang dinamakan takdir. Seseorang datang dan berkata “Hallo”, tetapi seseorang yang lain pergi dan berkata “Good Bye” dalam hidup kita. Semuanya harus kita syukuri, agar hidup kita tenang dan damai. Ikhlaskan yang pergi dan sambutlah yang datang. Have a great day..

*****

                Pesanku untuk semua orang yang pernah berada dalam hidupku. Aku tidak pernah membenci kalian atau menyesali kehadiran kalian. Aku akan mendoakan agar selalu bahagia dalam kehidupan kalian. Aku juga berdoa agar yang telah meninggalkanku selamanya, semoga tenang di alam kubur dan diampuni Alloh dosa-dosanya dan dapat bertemu kembali di surgaNya.

                Buat yang meninggalkanku. Aku ikhlas kalian tinggalkan. Mungkin suatu hari nanti kita bisa bertemu kembali <3

Jumat, 12 Agustus 2016

Boarding Pass and Check in di Stasiun

Hallo, para pembaca.
Kali ini aku mau cerita pengalaman pertama tetang pergantian sistem check in di Stasiun yang udah pakai boarding pass.
Sebelumnya mau curhat dulu nih huahua, tanggal 11 Agustus 2016 jam 8 malam aku berangkat dari kos dengan mengunakan Uber Motor yang sedang promo 15000 dengan pakai kode genfm untuk penguna pertama. Jadi seharusnya aku gratis perjalanan dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik ke Pasar Senen karena IDR nya hanya 13000. Tapi aku bayar aja karena kondisi buru-buru jadi manut saja dengan pengendara UBERnya yang kayaknya masih baru karena Stasiun Pasar Senen saja dia gak tau, yang dia tahu cuma pasar senennya, alhasil aku jadi navigasinya. Jadi, pas sampai dia tunjukin harga di aplikasinya. Ada 2 tulisan IDR, yang satu IDR 0 yang bawahnya IDR 13000. Nah, karena aku gak baca keterangannya jadi aku manut saja suruh bayar 13000. Dan setelah aku fikir-fikir ternyata yang dibayarkan seharusnya adalah IDR 0 bukan yang bawahnya karena udah mengunakan kode promosi dan setelah aku buka handpone kan mau kasih penilaian tentang pelayanannya, di aplikasiku muncul IDR 0. Tapi tidak apa-apa karena atas ketidak tahuan antara aku dan mas-mas ojeknya ya sudah aku bayar dengan ikhlas. Bukan untuk mengeluh tapi buat crita saja kepada pembaca semua jika sudah mengunakan kode promosi maka lihatlah keterangan dengan baik di hp mas-mas ubernya. Sarannya nih buat aplikasi Uber sebaiknya dikasih estimasi biayanya dari awal agar tahu.
Ini proses untuk boarding pass dan check in di stasiun:

1.  CHECK IN Mandiri
mesin-mesin CIM
Setelah aku sampai stasiun maka aku bertanya ke bapak petugas yang ada disana dimana harus cetak tiket check in mandiri. Aku ditunjukan kalau di pasar senen itu samping indomaret atau samping loket stasiun.
Masukkan kode booking/kode pembayaran ke mesin lalu klik cetak tiket. Jika sudah di cetak tiket yang biasa maka tetap harus cetak tiket check in mandiri ini.


bentuk tiket check in mandiri

2.    Masuk ke area boarding
masnya baru disuruh mengeluarkan identitasnya
Masuk ke area boarding ini harus mengunakan tiket check in mandiri dan identitas ditunjukan ke bapak polisi kereta. Masuk ke area boarding ini paling awal 1 jam sebelumnya. Jika belum 1 jam sebelumnya tidak diijinkan masuk. Misal di tiket aku nih jam 10.30 maka aku boleh masuk saat 9.30 sampai jam 10.30. selain direntang waktu itu maka tidak diperbolehkan masuk area boarding. Check tiket yang pertama ini untuk mengecek apakah sudah boleh masuk area boarding belum.

3.   Masuk ke area tunggu
petugas mengecek tiket Check In Mandiri dan identitas
Sebelum masuk ke area tunggu ini harus cek keaslian tiket dan identitas lagi. Petugas akan menscan barcode tiket check in lalu di layar komputernya muncul database tentang tiket kita. Karena tiketku jam 10.30, aku dibiarkan dalam ruang tersebut sampai jam 10.00 lalu boleh masuk ke samping rel kereta. Setelah jam 10.00 maka ruang tunggu tersebut ditutup karena untuk penumpang kereta lain. Check tiket yang kedua ini untuk melihat apakah tiket check in asli dan sesuai dengan identitas penumpang atau tidak
 4.   Masuk kedalam kereta dan check tiket lagi

             Masuk ke kereta dan mencari nomer kursi yang sama dengan yang ada di tiket. Setetelah beberapa saat komandan kereta nya mengecek tiket dan melubanginya. Tujuan check tiket ketiga ini memastikan penumpang berada di kursi yang sama dengan yang ada di tiket dan memastikan tidak ada orang yang tidak punya tiket berada di kereta.
5.     Menikmati perjalanan menuju destinasi masing-masing
            Walaupun perjalanan kali ini dikereta ekonomi, hatiku nyaman karena akan sampai home sweet home hehe, pulang kerumah orang tua yang penuh kenangan. Menikmati liburan dan saatnya birul walidain(berbakti kpda orang tua).

Pendapatku tentang sistem baru di stasiun ini:
1.   Semakin panjang birokrasinya
       Sebelumnya hanya 2 kali check tiket sekarang jadi 3 kali. semakin ribet birokrasi, semakin tidak suka manusia, karena manusia itu lebih suka yang praktis
2.   Bingung cari tempat istirahat
      Kalau sebelum boarding maka kita tidak boleh masuk area boarding yang didalamnya ada tempat duduknya. Kan di pasar senen sempit ya dan gak ada tempat duduk yang layak selain di dalem. Mana orangnya banyak lagi
3.    Lebih terstruktur
            Karena ditentukan jam masuk ruang tunggu, jam masuk ke samping rel, jadi lebih pasti kalau yang ada di situ semua naik kereta tersebut.
4.    Gak bisa mendadak datangnya
               Jadi gak bisa dateng mepet. Karena harus estimasi waktu antri dan check, antri waktu mau cetak tiket check in mandiri, antri check mau masuk area boarding, antri waktu mau masuk area tunggu. Dan checknya juga butuh waktu kan, yang harus 2 kali sebelum yang didalem kereta yaitu pas masuk area boarding pass sama pas masuk area tunggu kereta. Untuk warga ibukota yang sibuk sepertinya merasa ribet ya. Tapi kalau perjalanan pas gak weekday atau pas gak sibuk ya oke-oke aja karena sistemnya lebih tersruktur.
Happy holiday guys. Have a safe trip J

Jumat, 05 Agustus 2016

UAS Semester 4


Ruang ujian pas dateng pertama

Assalamualaikum wr wb reader...

Kali ini gw mau cerita tentang kehidupan kuliah gw yang udah hampir 2 tahun. Gw sekarang kuliah di STIS. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Kampus gw ada di Jl. Otista 64c Jatinegara Jakarta Timur. Gw disini ngekos dibelakang kampus. Jalan 3 menit aja udah sampai. Kalau gerbang belakang di buka paling cuma 1 menitan. Yang gw suka dari kampus ini, mahasiwa/i nya pada pinter abis. Gw suka banget kalau kerja kelompok. Mereka punya tangungjawab yang tinggi dan hasilnya selalu diluar ekpektasi gw. Kalau dikasih tugas gitu pasti pada ngerjain dengan maksimal. Walaupun disini juga ada yang ukmless. Tapi mereka kalau diajak temenan enak banget. Gw belum pernah nemu anak STIS yang jahat. Pelanggaran mereka paling gak ikut apel, rambut kepanjangan dikit, dateng telat, dan pelanggaran kecil lainnya. Ada temen gw yang kelihatan cuek, dikelas biasa aja tapi kalau kuis tau-tau dapet 100. Ya, gitu anak STIS mah. Pada pinter-pinter semua. Banyak banget yang rajinnya sampai bikin gw iri. Yang cewek catetannya pada rapi-rapi dan berwarna gitu. Pertama sih gw liatnya aneh, nih orang mau nyetet apa mau mewarnai, kaya anak TK aja. Soalnya guys, dalam 1 lembar aja dia pakai bolpennya warna-warni banyak banget. Tapi, setelah gw amatin, mungkin buat mereka catatetan rapi dan bagus itu lebih mudah buat belajar. Yah, sekarang gw jadi biasa dan gak aneh lagi. Secara ya, pas gw SMA temen cowok gw aja bilangin ke gw ”kalau nulis rapian dikit”. Terus belakangan ini gw tau kalau temen yang dulu gw ajarin matematika bilang “ iya kalau kamu ngajarin, pertama nulisnya diatas abis itu dipojok terus kemana lagi. Pokoknya acak banget lah.” Tapi, gatau kenapa kalau gw nulis emang jarang bisa rapi karena kecepatan otak gw mikir lebih cepet dari gerakan tangan gw. So, alhasil tulisannya gak bagus-bagus amat. Tapi, gw masih bisa baca dan buat belajar. Kalau dari tulisan gw sendiri lebih gampang masuk diotaknya. Jadi, gw tetep cinta sama tulisan gw hehehe. Tapi kalau ujian gini gw nulisnya pelan biar rapi enak kalau dibaca dosen. Gw berusaha serapi mungkin kalau pas ujian.

Well, itu sedikit kisah keheranan gw. Sekarang kita lanjut ke tema. Alhamdulillah sudah 4 mata kuliah gw laluin di UAS semester 4 ini, yaitu Analisis Regresi, Non Parametrik, Basis Data, Statistik Sosial dan Kependudukan. Selama ini sih UAS gw going well ya walaupun tetep aja ada yang rumusnya gak tahu, ada yang kurang waktu, ada yang gak tau itu apa dsb.  Kagak tau dah gw nilai nya kekmana. Yang penting, gw usaha maksimal. Gw juga dapet motivasi nih dari dosen Riset Operasi pak Yulianto kalau gw “jangan sampai lose the big moment”. Soalnya gw pernah dapet nilai kuis paling jelek di kelas gara-gara gw gak fokus dan gak teliti, jd dapet nasehat kek gitu. Nilai UAS kan kebanyakan dosen ngasih 50%. Jadi, jangan sampai gak fokus atau nge blank atau hal-hal yang merusak lainnya. Persiapin dengan maksimal. Nasehat kedua dari beliau yaitu “kalau belajar yang ikhlas, jangan ngeluh terus. Rumus banyak ya dihafalin. Kalau kamu ikhlas kan gak ada masalah rumus segitu dimakan semua”. Gw ngerasain banget nasehat itu bener. Berhubung kuliah emang banyak banget yang harus dihafalin, kalau ditambah gak ikhlas malah susah hafalnya, memperberat beban yang ada. Iya beneer, selama ini enak banget belajar gw karena ikhlas, malah masih sempet mainan hp, nonton film, dsb. Hehehe abis gimana ya, bosenan gw kalau belajar lama-lama. Gw disini gak pernah berorientasi jadi yang terbaik karena temen-temen gw the best semua. Jadi gw cuma ada dirata-rata. Tapi gpp sih, gw bersyukur banget udah bisa bertahan sampai sejauh ini di sini. Gw juga bersyukur banget bisa kuliah menempuh jenjang d4, yang gw idam-idamkan dari 4 tahun yang lalu. Ternyata gw berhasil disini. Alhamdulillah, terimakasih ya Alloh. Gw harus tetep kuat dan bertahan disini dan gak boleh menyerah dengan segala rintangan dan hambatan yang ada.

Gw selalu ambil dari sisi positifnya aja. Memang berat hidup diperantauan. Tapi, masih banyak hal yang harus gw syukuri. Masalah yang menimpa gw yang paling berat ya cuma dari organisasi. kalau masalah perkuliahan sih alhamdulillah gw bisa handle semua. Alasan gw mau aktif di organisasi, karena gw disini dikasih uang saku, gratis lagi, ibaratnya gw nih udah dibayar disini. Masak cuma mau nerima ilmu, pulang ke kos, belajar, yang hanya berpusat pada diri gw. Gw harus dong berbakti pada kampus ini dengan berkontribusi mengurus kegiatan kampus yang bermanfaat untuk mahasiswa lain. Walaupun itu menyita banyak pikiran tapi tidak masalah, selama masalahnya bisa dicari jalan keluarnya. Berat banget jadi ketua tuh. Btw, gw disini diamanahin jadi ketua bidang senam. Hikmahnya, jangan cuma bisa nyalahin pemimpin atas ketidakpuasan dirimu, tapi sekali-kali mikirin beban pemimpinmu itu yang berat banget. Dapet tekanan dari sana sini, mana harus ngurusin yang dipimpin pula. Huuft, jadi menghargai banget sama pemimpin karena udah ngerasain beratnya. Gw juga gak boleh menyerah, harus “finish what i have started”, harus selesaiin apa yang udah gw mulai. Semoga, selalu dijaga Alloh keikhlasan menjalani segala hal. Aamiin

Okey, balik lagi ke tema. Masih 3 lagi mata kuliah yang harus gw lalui yaitu Metode Penarikan Contoh II, Statistik Matematik II, Riset Operasi. Semoga lancar dan sukses selalu Aamiin. Bukan cuma buat gw tapi juga buat semua temen-temen gw, buat semua anak STIS, buat semua orang didunia ini yang tengah menghadapi ujian. Semoga kalian tetep kuat dan bertahan dalam kehidupan kalian. Tidak masalah menjadi tidak sempurna, karena dari ketidaksempurnaanmu itu, kamu jadi menghargai orang lain, kamu jadi tau bahwa kamu itu kecil dihadapan Tuhanmu, kamu yang membutuhkan Alloh, bukan Alloh yang membutuhkan kamu. Have a nice day guys.. God Bless U.
19.43. Jakarta, 5 Agustus 2016

Selasa, 02 Agustus 2016

Cerpen: Rian and Nia


Hallo, kenalin namaku nia, aku tinggal di desa yang sejuk dengan banyak pepohonan rindang dan burung bernyanyi setiap pagi dan sore. Kehidupan didesaku masih sangat sederhana. Dengan sedikit teknologi yang kami milki, kami hidup dengan tanpa kebisingan. Masa kecil ku lalui dengan berbagai hal menyenangkan seperti mandi dikali, mencari ikan lalu memasaknya, berlarian di pematang sawah dan berterik sekencangnya tanpa ada orang terganggu yang kulakukan bersama sahabat kecilku. Ketika kami lelah, lalu kami beristirahat di gubuk tengah sawah yang anginnya sangat menyejukkan. sampai saat aku beranjak remaja, semua cerita berubah menjadi lebih berwarna karena cinta. Ini ceritaku.

Saat ini aku berumur 16 tahun dan sedang menjalani sekolah menengah atas kelas 1. Rasanya kali ini aku menemukan seseorang yang tidak tahu mengapa aku selalu memperjuangkannya, dan ingin memilikinya. Namanya rian. Begitu besar rasa cintaku hingga aku rela menunggu di tempat asing hanya untuk menemuinya dan sedih luar biasa dia tidak pernah datang. Latar belakang kami sungguh berbeda. Aku yang sangat aktif di sekolah dan dia yang hanya sesekali ikut organisasi. Sangat menarik kharismanya yang mencuri semua hatiku tanpa tersisa. Tak bisa sedikitpun beralih ke laki-laki lain, hanya dia dia dia dan diaa.

Hari-hari ku lalui dengan sangat bahagia ketika bisa memandang wajahnya. Bahkan melihat barang-barang kepunyaannya saja sudah senang sekali. Melihat senyumnya yang begitu menarik hingga tak bisa lepas dari melihatnya. Semua hal yang kulakukan tanpa sepengetahuaannya. Aku dengan sengaja mengatur sedemikian rupa agar dia mudah melakukan tugasnya, ketika kita dalam satu kepanitiaan yang sedang sibuk dengan mempersiapankan event sekolah. Seperti aku menempatkan dia ke tugas yang benar-benar dia bisa karena aku biasa mendapat jabatan tingi dalam kepanitiaan sekolah. Aku sering membantu memperlancar urusannnya, misal dengan pengurusan izin,dsb. Aku menemaninya saat masa-masa sulitnya ketika bermasalah dengan sekolah, maklum aku dekat dengan banyak guru dan karyawan sekolah. Saat aku bersamanya mengurusi pelanggaran-pelangarannya semua jadi tidak menegangkan karena fokus mereka terbagi dengan menanyai beberapa pertanyaan penting kepadaku. Dan setiap kali aku menemaninya, semua jadi beres dengan cepat karena aku sedikit ikut menjalaskan dan membelanya. Maklumlah, abg laki-laki yang melakukan pelanggaran seperti tidak ikut apel, datang terlambat, tidak diijinkan masuk kelas, dsb. Dan setelah mecapai point tertentu, dia harus membuat surat perjanjian dan meminta tanda tangan pihak sekolah yang isinya tidak akan melakukan pelanggaran lagi agar bisa mengikuti pelajaran dikelas. Dia tidak tahu bahwa perhatianku kedia karena aku cinta.

Saat masuk di semester 2 di kelas 2, aku memutuskan untuk tidak aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Banyak alasan yang membuat aku memutuskan itu salah satunya, ini saatnya aku memperjuangkan cinta. Aku fokus ke pelajaran sekolah dan dia. Aku sekarang berani menunjukan perhatian lebih ke dia seperti setiap hari aku mengirim pesan kedia. Dan dia jarang membalas pesanku. Sepertinya dia mulai tahu perasaanku. Sampai hari ulang tahunnya aku memberikan hadiah dan disertai surat panjang lebar yang menyatakan aku mencitainya. Aku mengirim pesan bahwa aku menunggunya dikafe biasa kita nongkrong bareng bersama teman-teman kami. Berjam-jam aku disitu untuk menunggunya. Tapi dia juga tidak pernah datang. Aku menunggunya di toko buku yang biasa kita beli buku tapi dia tak pernah datang, padahal aku sudah memberi tahunya aku akan menunggunya di situ. Dan dengan berbagai usaha aku menemuinya, tapi dia tidak mau melihatku lagi. Dan akhirnya pada suatu hari aku memutuskan jika dia tidak datang kali ini, maka aku tidak akan menganggunya lagi.. dan ternyata dia juga tidak pernah datang. Setelah sekian lama aku baru menyadari, bahwa dia tidak sedikitpun mencintaiku. Begitu sakit dan perih yang aku rasakan, begitu kejam caranya menyingkirkanku dan membuatku menyerah. Tapi apa? Tahukah pembaca sekalian. Aku masih saja menyimpan rasa cinta tulus itu sampai kita benar-benar berpisah karena lulus SMA. Dan sampai saat ini, aku terus berharap dia memandangku sedikit saja.

    Hai cinta, apa kabar hari ini? Apakah semua berjalan lancar?

Pertanyaan yang hanya ada dalam benakku. Mana berani aku muncul dihadapanmu dengan membawa perasaan yang tak pernah sama denganmu. Biar saja ku pendam perasaan ini hingga datang cintamu atau cinta yang lain. Just doing the daily life, and hope i can find love again. Bye bye, Have a great day!