Selasa, 12 Desember 2017

Jodoh dan Orang Tua

Cerita kali ini diawali dari obrolan santai saya dengan bapak dan ibu. Bapak dan Ibu sering menanamkan nilai dengan cerita, lalu saya diberikan waktu dan kesempatan untuk memilih sikap yang sebenarnya telah di setting oleh beliau. Itu menyebabkan nilai yang tertanam menjadi kuat karena saya ada proses berfikir, menentukan sikap lalu meyakini dengan persetujuan orang tua.



Baiklah, ceritanya dimulai. Bapak dan Ibu punya teman yang juga sebagai orang tua dari anak perempuan satu-satunya. Katakanlah namanya Pak Barjo. Anak perempuan Pak Barjo dan Bu Barjo yang namanya Rini ini lebih tua dari saya dan di perbolehkan berpacaran. Pak Barjo dan Bu Barjo selalu berorientasi ke harta soal memilih calon pasangan hidup untuk anaknya. Mbak Rini jika punya pacar orang miskin, tidak selevel pendidikannya, dan penghasilannya kecil, maka selalu ditentang orang tuanya, di suruh putus, setiap hari dimarahin jika tau masih berhubungan. Suatu kali, Mbak Rini sudah putus dengan pacarnya yang miskin tadi, dapatlah yang baru, orang yang lebih kaya tapi sangat kasar kalau bicara pada Mbak Rini. Namun, Pak dan Bu Barjo tetap mendukung Mbak Rini masih berpacaran dengan pacarnya ini, walaupun gak sehat, masih pacaran saja sudah kasar, apalagi kalau sudah menikah ya. Karena terus terjadi masalah dalam hubungan tersebut, Mbak Rini dan pacarnya yang masih sama-sama kuliah dan kaya ini putus, padahal sebenarnya sudah dikenalkan ke keluarga besar, sudah di bangga-banggakan, diceritakan kekayaan orang tua pacarnya ini. Terlalu dini dan membanggakan berlebihan. Bapak Ibu sangat peduli dengan Pak dan Bu Barjo ini, selalu menasehati jangan berlebihan begitu, namun beliau selalu berdalih.

Lalu Bapak Ibu berhenti bercerita dan artinya memberi kesempatan saya berfikir dan menentukan sikap. Saya yang saat itu masih SMA ya mencoba memahami jika saya nanti sudah siap memilih calon pasangan hidup, terus saya harus memilih yang mana. Apakah harta orang tua calon yang terpenting? Apakah karier calon yang terpenting? Atau kecocokan hati? Lalu saya mencoba meneruskan percakapan kami. “Oh, iya ya, yang penting sikapnya baik.”

Dengan satu kalimat tersebut, Ibu menambahkan. “Iya, jangan melihat hartanya, yang penting etos kerjanya bagus. Kaya kok berharap dari jodoh, kan belum pasti jodohnya kaya. ”

Saya menambahkan lagi, “Iya ya besuk kalau mau kaya, aku tak kerja biar bisa kaya ya bu. Hehe”

Bapak juga menambahi, “ Kalau Bapak Ibu gak gitu sikapnya. Terserah anaknya aja berjodoh dengan siapa, yang penting baik. Kalau milih-milih ntar dapatnya malah jelek.” ini bapak menerangkan dengan peribahasa jawa, milang-miling entuk gowing.

Baiklah dari percakapan itu saja banyak nilai yang ditanamkan secara mendalam oleh Bapak Ibu. Dan sampai sekarang saya masih berfikiran sama dengan yang dibentuk orang tua saya.

Dengan itu, saya jadi tidak silau dengan harta. Kaya itu harus, tapi ya dengan kerja, kalau bonusnya dapat suami kaya ya itu sekali lagi cuma bonus. Berusaha dengan mengandalkan diri sendiri.

Sadar diri lah, kamu itu siapa. Mau dapet suami yang kualitasnya bagus itu ya kamu juga harus  bagus kualitasnya. Iri lihat public figure dapet suami pengusaha malang melintang di berbagai negara. Hello.. emang kamu pantes gitu dibawa kemana-mana sama dia? Emang kamu bisa mengimbangi kualitasnya?

Nyari temen jangan berdasarkan harta, kekerenan, kepopuleran tapi yang masa depannya kelihatan cerah bisa dilihat dari pribadinya, dari etos kerja/belajar, dsb. Karena di masa depan bisa jadi kalian bisa berkerjasama.

Btw, siapa sih yang ga mau dapet suami kaya raya, keren, dan bisa memberimu dunia? Aku juga mau, tapi masalahnya apa dia mau sama aku? Wkwk.. dilihat dari kualitasku ini kayaknya gak mumpuni deh hehe.. Jadi akhirnya aku sadar diri, yang terpenting adalah agamanya. Karena kalau agamanya bagus dia berpotensi tinggi akan bersikap baik saat kamu sudah tidak cantik lagi, saat mengetahui kelemahan dan kekuranganmu. Akan menjaga komitmen kalian dan akan menundukan pandangan dari wanita lain.

Hal kedua yang penting adalah  mau bekerja sama dalam hal apapun. Menganggap kita setara. Mau diajak kerjasama bersihin rumah, jagain keluarga, dan berjuang demi keluarga besar. Berpandangan sama yaitu ingin berguna dan rela berkorban bagi keluarga besar seperti orang tua, saudara, dsb. Tidak pelit harta untuk dibagi walaupun artinya bagian kekayaan yang kita hasilkan bersama untuk keperluan keluarga inti jadi lebih sedikit.

Ah, soal jodoh siapa yang tau..

Senengnya, pemikiranku dan bapak ibu ini hampir sama mengenai berkeluarga, yaitu

Keluarga yang dimulai dari nol itu gak salah dan juga bisa tetap bertahan buktinya kisah Bapak Ibu.

Gak usah pacaran. Ganggu konsentrasi belajar. Tapi juga Ibu Bapak menasehati jangan bersikap kasar ke orang lain yang mendekati, sampaikan bahwa kamu itu gak pacaran dan jangan ngasih harapan/berkomitmen karena stepmu kesana masih panjang

Setiap ada orang lain yang nanyain “kapan nikah? Pacarnya mana?” Eh yang jawab Bapakku, “masih lama, masih banyak yang dikejar.” Yes gue aman dari pertanyaan menyeramkan kayak gitu kalau ada Bapak. Kadang juga walaupun ku udah jelasin, ada yang gak percaya kalau aku gak punya pacar, maka dengan santai ku jawab, “ Gak percaya, silahkan tanya ke Bapak/Ibu” (Pertanyan ini muncul saat lebaran, kumpul keluarga atau orang lain iseng nanya karena di lingkunganku, umur segini itu udah siap-siap nikah dan sudah punya pasangan minimal hehe.)

Bapak Ibu selalu memikirkan resiko dari setiap pilihan, misal dilema tentang wanita bekerja/full time housewife. Tapi intinya mereka hampir selalu setuju dengan keputusanku.

Keberhasilan laki-laki itu dari usaha yang dipupuk sejak lama. Dan aku kagum dengan laki-laki etos kerjanya tinggi/tipe pekerja keras sehingga dia bisa sukses dengan perjuangan sebelumnya yang mengorbankan kesenangan masa muda demi masa depannya.



Well, itu kegalauanku mengenai bagaimana memilih calon suami. Ini artikel dibuat karena pertama, pesan Alm Kakek dalam mimpi saat awal-awal kuliah agar tidak melupakan calon pasangan hidup dan harus tetap dipikirkan dari sekarang karena itu untuk seumur hidup. Kedua, request tulisan galau dari salah satu pembaca setia blog ini. karena lagi galau makanya artikelnya gak jelas.


Nama diatas semua samaran ya.. jadi jangan kepedean!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar