Minggu, 05 Maret 2017

Haru Biru PKL ku dan Bisul di Mata

hidup adalah sebuah perjalanan

Akhirnya sampai juga di kos jadi bisa nulis sepuasnya. Akhirnya satu per satu fase dalam hidup terlewati. Akhirnya selesai juga tahap pencacahan/ pencarian data. Akhirnya membaik juga sakitku. Hmm betapa banyak kelegaanku setelah melewati 2 minggu yang penuh dengan derai air mata. Hehehe beneran deh gak bohong.


Kali ini saya akan bercerita PKL sekaligus tentang abses/bisul di mata. Ada-ada aja kan bisul bisa dimata dan pas pkl pula. Jalan mengelilingi rumah satu ke lainnya dengan menahan rasa sakit dan tidak nyaman. Alhamdulillah selalu diberikan kesabaran dan rasa bersyukur oleh Allah SWT sehingga bisa melewati semua dengan baik tentunya.
sabtu, 18 februari 2017, kelihatan kan kelopak mata kanan ada lingkaran merah


Hari sabtu, 18 februari 2017. Kelopak mata saya merah tapi cuma sedikit dan kalau dipegang sakit. Lalu minggu 19 februari 2017 sudah bengkak. Karena besuknya berangkat ke pulau bangka dan hari minggu itu hujan. Jadi saya hanya ke apotik saja beli obat karena dikira cuma bintitan biasa. Dikasihlah cendo micos.

minggu, 19 februari 2017

Proses keberangkatan sudah saya jelaskan di artikel secuil cerita merasakan fasilitas negara Semakin hari bengkaknya semakin membesar dan rasanya sungguh tidak enak. Dan pas buat sujud itu rasanya sakitnya sampai di kepala ikut nyutnyutan otomatis semua badan juga merasakan gimana gitu.
salah satunya menelusuri jalan ini juga

Kemudian hari rabu tanggal 22 mulai penelusuran wilayah. Jalan dari kantor desa(ujung kelurahan) hingga paling ujung kelurahan tersebut untuk mempelajari batas Blok Sensus dan mempelajari letak rumah. Di hari pertama ini saya menangis pada waktu shalat di masjid pas selesai jalan kira-kira jam 1 karena dari pagi sekitar jam 9 saya jalan jauh sekali untuk mengetahui rumah mana yang harus saya data dan mata saya sangat sakit.

Hari berikutnya tanggal 23 adalah listing. Setiap rumah harus saya datangi untuk menanyakan nama krt(kepala rumah tangga), umur art(anggota rumah tangga), pendidikan krt, menempelkan stiker listing yang berisi nomer bf(bangunan fisik), nomer BS(Bangunan sensus), nama SLS, nomer blok sensus.  Ada yang tidak ditemui karena sedang bekerja, ada yang mengira saya ini sales, ada yang ketakutan dan memandang saya seperti orang jahat, ada yang membantu menerjemahkan jika saya tidak tahu, ada yang ramah sekali menanggapi saya, ada yang tidur di dalam rumah dan tidak bangun ketika saya datang, ada yang tidur lalu bangun mendengar saya permisi dan agak keras suaranya, ada yang... pokoknya banyak deh. Keadaan mata saya semakin menyempit dibarengi dengan membesarnya bisul saya.

Oh ya by the way, saya bertugas di Desa Rukam. Setiap rumah di Desa Rukam menjadi jobdesk saya dalam tahap listing. Tanggal 24 hari pencacahan sudah semakin membesar. Dan sekitar jam 1 siang, bisul saya berdarah banyak, lalu saya minta kortim(ketua) mengantar saya ke puskesdes, disitu ada Bu Bidan Yenni Oktavia dan Bu Dokter(lupa namanya, asalnya dari tegal). Lalu Bu Dokter melihat dan menyuruh Bu Bidan untuk memencet bisul saya sampai darah dan nanahnya keluar semua. Bu Bidan berhasil mengeluarkan setengahnya. Karena selama proses pemencetan saya menangis sesenggukan(saya berusaha tidak mengeluarkan suara tapi tetap sesenggukan dan air mata terus menetes) sambil menggigit ujung jilbab saya lalu dihentikan karena sudah tidak bisa dikeluarkan yang setengahnya. Saya sebenarnya juga tidak kuat karena sakitnya sampai kepala pusing dan seluruh muka saya merah sambil bergetar semua(rasanya kaya habis kesemutan, ada banyak semut di muka dan kepala saya). Saya dalam posisi tiduran dan kaki saya sampai sedikit diangkat karena sakitnya luar biasa. Bu Dokter bilang jika tidak dikeluarkan maka tidak sembuh dan bisa menjalar ke mata saya makanya sampai dipencet begitu. Lah saya kan juga takut. Menurut Bu Dokter juga salah obat karena bukan bintitan tapi bisul, saya tau juga baru setelah disini.
habis dipencet, berusaha tersenyum biar gak kelihatan menderita

 
Setelah  dipencet bisul saya, saya masih terbaring lemah tak berdaya di ruang prakteknya bu bidan tersebut. Sekitar setengah jam saya baru bisa bangkit bangun dan jalan untuk makan lalu minum obat(cipro dan parasetamol) karena disitu badan saya sampai panas. Setelah itu shalat di rumah Bu Bidan. Bu Bidannya baik banget sumpah mana gratis lagi. Saya disuruh istirahat gitu. Kemudian sekitar jam 3 saya jalan lagi listing dengan mata di perban. Jam 4 korwilnya dateng(Weka) untuk membawa saya ke rumah sakit karena kortimku(Yunita) panik dan khawatir. Sampai penginapan saya sebenarnya mau ganti baju dulu, eh di penginapan udah ada Ketua PKL(Risal),  Ajeng, Bapak Ketua BPS Kabupaten Bangka yang mampir karena monitoring sakernas. Mendengarkan wejangan(sedekah itu gak bakal hilang tapi dapat gantinya dan nasehat ketika pencacahan, dsb), foto dulu dsb. Akhirnya gak jadi ganti baju langsung shalat di masjid dan ke Rumah Sakit Bhakti Wara di Jalan Sungaiselan km.4 Pangkal Pinang.


Dirumah sakit,ternyata gak bisa pakai bpjs karena bukan urgent(sudah dibawa ke puskesdes), kata ayuknya(read:mbaknya) perawat kalau tadi berdarah-darah langsung dibawa kesini bisa pakai bpjs karena urgent. Atau bisa jika ada rujukan dari puskesmas. Karena saya juga kurang pengalaman dan gak tau akan dibawa kerumah sakit(sebelumnya janjian sama dokternya ke puskemas di desa sebelah mau dikasih salep, karena di puskesdes tidak ada salepnya). Ya mana bisa ya misal minta rujukan, besuknya udah balik lagi nyacah, gak sempat  karena dikejar target  dan gak ada yang nganterin lagi. Yaudah lah tanpa memperpanjang pemikiran, bayar aja jadi pasien biasa yang pura-pura gak punya bpjs. Hmm, apapun itu saya menghormati prosedur yang ada. Bukan untuk mengeluh, tapi mbo ya disederhanakan prosedurnya, wong orang tua saya bayar kok(walaupun emang fasilitas kantor orang tua sih hehe).

Dirumah sakit, di UGD mungkin ada sekitar 5 dokter dan perawat masuk dan dikasih salep(clorampenikol) dan dokter memberikan analisa-analisanya lalu dikasih resep(antibiotik dan obat inflamasi). Cuma dibuka perbannya sama perawat dikasih salep lalu ditutup kembali. Nunggu obat dan bayar deh sekitar 230an ribu.
tanggal 25, berteduh di rumah warga karena diluar hujan lebat

Besuknya tanggal 25 saya sudah kembali listing dengan dibantu kortim sekitar 80 ruta yang dia data. Sisanya saya, yang semua total 256 bangunan fisik. Dengan mata tetap ditutup perban(saran dari bu bidan dan ayuk perawat) karena matanya kan ada lubang setelah dipencet itu, takut ada bakteri lagi yang masuk. Yaudah lah saya ikuti dan laksanakan. Tiap hari kaya ada nanah dan darah yang keluar nempel  di perban walaupun dikit sih.


Selanjutnya wawancara selama 4 hari pada 20 rumah tangga(dibantu 2  sama kortim). Dengan perban di mata, dilepas hari rabu,1 maret 2017. Kalau udah di penginapan dilepas perban nya. Dan ini dia hari kamis udah baikan. Alhamdulillah
pantai parai, sungailiat kabupaten bangka
Setiap hari saat pkl saya selalu memperkuat keyakinan saya bahwa "saya  bersyukur masih diberikan mata,diberikan tubuh yang tidak kurang suatu apapun, diberikan hidup." setiap sakit menyerang dan rasa minder datang saya selalu mengecamkan hal itu dalam batin saya

Stay tune ya jika mau membaca cerita PKL saya.. thanks for reading. semoga bermanfaat

2 komentar:

  1. Aku juga pernah kik operasi kelopak mata. Di silet kelopak mata aku keluar kayak nanah. Alhamdulillah skrg udah sembuh. Semoga kamu selalu sehat kik!

    BalasHapus
  2. Aih kenapa bisa begitu kak? Boleh lah cerita". Aamiin. Semoga kakak juga sehat selalu

    BalasHapus