Senin, 11 April 2016

Dualisme pembangunan Jawa Tengah


        Jawa Tengah, tempat kita bisa bilang kita pulang. Tempat dimana kita tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang kamu angap hebat. Sangat melimpah sumber daya alam dan subur tanahnya. Orang bilang tanah kita, tanah surga. Kita buang biji semangka didepan rumah, beberapa minggu kemudian bisa dipetik buah semangka. Orang yang sudah terkenal ramah dan dapat diterima diberbagai tempat, dibuktikan banyak orang Jawa Tengah yang sukses diperantauan. Dualisme pembangunan adalah pembangunan yang dilihat dari 2 sisi, positif dan negatif.

Grafik1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah 2012 - 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik

        Produk Domestik Regional Bruto/PDRB adalah produk yang dihasilkan oleh seluruh pelaku ekonomi(penduduk dan bukan penduduk) pada suatu wilayah/daerah tertentu. PDRB menurut lapangan usaha adalah menghitung PDRB berdasarkan sektor-sektor yang berjumlah 17, mulai dari sektor A hingga U.

1.      1.  Bukan pertanian

     Sektor A yang merupakan Lapangan Usaha Pertanian diposisi nomer 2 terbesar. Pendapatan terbesar daerah Jawa Tengah bukan pertanian, berbeda dengan Indonesia yang perekonomian masih bergantung pada sektor pertanian. Di Jawa Tengah sektor Pertanian mendapat posisi kedua dalam PDRB. Memang banyak ya sedulur-sedulur kita di desa masih bekerja sebagai petani. Tapi sayangnya mereka bukan yang memiliki lahan, mereka hanya jadi buruh para tuan tanah, yang menurut saya pendapatan buruh tani sangat kecil. Buruh tani yang semestinya juga mendapat perhatian pemerintah dan kita semua agar hidupnya makin sejahtera. Bukan hanya peningkatan teknologi dibidang pertanian yang harus difikirkan, tetapi juga kualitas SDM yang menunjang pertanian. Dengan pendidikan yang baik untuk buruh tani, maka mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mulai dari kesehatan, pendapatan, dsb. Saya bermimpi nih suatu hari nanti pertanian di desa kita sudah maju teknologinya, maka memanen satu patok tanah hanya butuh dua orang. Dan yang sebelumnya jadi buruh tani, mereka berganti pekerjaan menjadi pengelola hasil pertanian agar bernilai lebih. Wow, hebat kan! Tapi itu hanya mimpi wkwk
2.       
       2. Industri Pengolahan/Manufacturing.

     Lihat grafik 1, yang tertinggi adalah sektor C yaitu sektor Industri Pengolahan/Manufacturing. Jadi nih sedulur, yang jadi struktur ekonomi Jawa Tengah adalah manufacturing/industry pengolahan. Udah berbau pabrik gitu hehe. Memang kemajuan di Jawa Tengah sudah tidak bergantung pada sektor primer yaitu pertanian. Dan sedang menuju ke sektor sekunder. Merasa gak sedulur, di kabupaten kita pabriknya nambah, yang kebanyakan bukan milik sedulur kita. Entah milik orang cina, londo, atau bule-bule yang udah naturalisasi (kayak sepak bola hehe) entah milik pembesar bisnis yang pabriknya sudah puluhan. Dan sedulur-sedulur kita hanya jadi bawahan mereka dan kebanyakan hanya sebagai buruh. Mereka merekrut anak-anak muda lulus SMA sebagai karyawan mereka dengan gaji UMR bagi yang sudah diangkat jadi pegawai kontrak/tetap. Kalo magang ya belum UMR. Bukan berprasangka buruk ya. Tetapi saya mencium indikasi pemboikotan terhadap kreatifitas anak muda. Buktinya mereka banyak merekrut pegawai yang setelah lulus agar mereka tidak berkembang menjadikan masa mudanya merintis usaha mereka sendiri sehingga beberapa tahun kedepan menjadi saingan mereka. Dengan iming-iming memberikan gaji UMR kepada mereka dan bekerja tetap. Jadi mereka sudah terengut hidupnya saklawase(read:selamanya) jadi karyawan/buruh pabrik. Itu hanya penciuman saya lo ya, mungkin saja hidung saya sedang pilek jadi otak salah menerjemahkan bau yang sebenarnya.

     Atau kita berpositif thinking aja yuk. Dengan dibagunnya pabrik di kabupaten kita maka perekonomian tidak berpusat di kota besar seperti Jakarta, Karawang, Bekasi, Tangerang, dansekitarnya. Jadi anak muda tidak perlu merantau jauh-jauh ke Ibukota hanya untuk menjadi buruh pabrik. Dengan dibukanya lowongan pekerjaan bagi anak muda/fresh graduate SMA maka akan mengurangi penganguran dan tentunya mengurangi angka kemiskinan. Kalau yang udah terlanjur merantau, jangan sedih balik saja ke desa, tuh samping desamu udah ada pabrik baru buka lowongan wkwk. Tetapi pasti gak mau kan karena gajinya dikit tidak seperti di perantauan yang gajinya gede. Aduh guweh mencium lagi nih strategi bisnis mereka, jangan-jangan nih mereka membangun pabrik di kabupaten kita karena ongkos produksi murah, dengan gaji UMR yang hanya 1jutaan. Padahal di Jakarta, karawang dan sekitarnya UMRnya udah sekitar 3jtan. Tanah juga masih murah, pajak juga murah. Semakin memperkaya mereka dong. Iya emang wkwk. Dengan dibagunnya pabrik-pabrik baru yang biasanya dibangun dari tanah bekas pertanian, jadi semakin sedikit sawah-sawah kita. jadi kalau sawahnya makin dikit, hasil berasnya juga makin dikit, terus kita mau makan pakai apa dong? Beras plastik atau impor gandum dari luar negri? Yaelah niatnya mau positip tingking malah jadi negatip lagi huft.  Mending gw tutup hidung kali ya biar gak mencium bau yang aneh-aneh hehe.

       Udah nih, jadi kesimpulannya. Kita terima saja kemajuan Jawa Tengah dengan senang hati. Tetapi tetaplah pemerintah harus berperan dalam keseimbangan ekonomi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakannya untuk mengatur kemajuan tersebut. Sebaiknya meningkatkan teknologi dibidang pertanian karena sebenarnya kita adalah negara agriculture. Pertanian yang modern jadi bisa memajukan Jawa Tengah dalam bidang ekonomi. Semangat sedulur!


Di kamar kos yang kipasnya itir-itir, 29 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar