Selasa, 26 September 2017

Move On itu Gampang kok!

  
Mencintaimu laksana ombak yang selalu datang ke pantai. Pantai tidak pernah mendekati ombak, namun ombak selalu mencoba mendekatimu, lalu mundur kembali mengumpulkan keberanian untuk datang lagi dan lagi.


Mencintaimu berarti harus siap menjadi pengamat yang selalu berhubungan dengan perasaan. Melihatmu memberikan kepedihan karena tersuguhkan dengan jelas kenyataan yang pahit dan menyakitkan.  Namun aku tetap ingin terus melihatmu walaupun harus mengorbankan perasaan.

Kamu, memberikan setitik kebahagiaan tapi juga menumpahkan kesediahan sebanyak air di samudra. Yah, itulah cinta, berkorban melakukan apapun tapi belum tentu terbalaskan.

           Well, itu menggambarkan bagaimana dulu aku mencintaimu. Namun, cintaku tak pernah kau anggap dan tak pernah terbalaskan. Aku melewati masa-masa mengejarmu, berkorban membantumu, mengetahui kenyataan pahit, patah hati, cemburu. Lalu aku memutuskan untuk melupakanmu.

Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barang siapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.1

           Yups semakin lama bertahan, akhirnya aku menyerah juga. Aku lelah bertepuk sebelah tangan. Aku memutuskan melupakanmu. Setiap kali perasaan rindu datang, aku harus membunuhnya dengan kejam. Setiap kali rasa ingin memiliki timbul, aku harus menikamnya tanpa ampun. Aku sudah pasrah dengan semua hal tentangmu. Saat itu, apa yang kamu lakukan? Kamu datang hanya untuk mempermainkanku dan menggagalkan semua usahaku itu.

       Melupakan? Apa dengan semudah itu? Pada kenyataannya tidak mudah dan tidak pernah berhasil. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Berfikir rasional bahwa aku telah berkali-kali menyakiti perasaanku saat berharap tentangmu. Menyerah dan pasrah, ku ikhlaskan semua tentangmu. Aku menerima kenyataan bahwa kita berbeda dan tak mungkin menjadi satu.

           Hari berganti hari, aku mulai mengobati perasaanku sendiri. Setelah berselang beberapa tahun, aku sudah yakin bahwa aku tidak mencintaimu lagi. Cintaku untukmu telah mati karena tidak pernah ku rawat. Lalu apa yang kamu lakukan saat itu? Kamu merengek-rengek memintaku kembali, melupakan hal-hal yang telah lalu dan menjalani lembaran baru. Semua sudah terlambat. Aku sudah bahagia dengan kesendirianku ditambah sahabat-sahabat yang tulus saling mendukung. Aku jadi memahami bahwa pacaran tidak ada dalam agamaku. Aku telah menutup semua hal tentangmu dan memeluk erat semua hal menyakitkan yang telah ku alami.

Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami.1

Saat ini aku sudah dewasa, tidak semua hal di dunia ini tentang cinta. Masa depan lebih penting daripada mengurusi tentang hawa nafsu. Sampai saatnya nanti dapat bertemu sosok Esok dalam kehidupan nyata yang sangat mencintai Lail apapun keadaannya.

Kita akan melewati musim panas bersama-sama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi.1
              

  Yah, tidak pernah meninggalkanku! Terimakasih.




1.  Tere Liye, “Hujan”





Note: Cerita diatas kisah nyata yang saya alami bertahun tahun yang lalu. Novel Tere Liye emang selalu menarik dan sangat nyaman untuk dibaca, termasuk novel “Hujan” ini. Imanjinasi Tere Liye luar biasa hebat tercampur sempurna dengan alur cerita. Recommended buat dibaca.
Sumber gambar: blog.bravofly.co.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar