Mencintaimu laksana
ombak yang selalu datang ke pantai. Pantai tidak pernah mendekati ombak, namun
ombak selalu mencoba mendekatimu, lalu mundur kembali mengumpulkan keberanian
untuk datang lagi dan lagi.
Mencintaimu
berarti harus siap menjadi pengamat yang selalu berhubungan dengan perasaan. Melihatmu
memberikan kepedihan karena tersuguhkan dengan jelas kenyataan yang pahit dan
menyakitkan. Namun aku tetap ingin terus
melihatmu walaupun harus mengorbankan perasaan.
Kamu, memberikan
setitik kebahagiaan tapi juga menumpahkan kesediahan sebanyak air di samudra. Yah,
itulah cinta, berkorban melakukan apapun tapi belum tentu terbalaskan.
Well,
itu menggambarkan bagaimana dulu aku mencintaimu. Namun, cintaku tak pernah kau
anggap dan tak pernah terbalaskan. Aku melewati masa-masa mengejarmu, berkorban
membantumu, mengetahui kenyataan pahit, patah hati, cemburu. Lalu aku
memutuskan untuk melupakanmu.
Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barang siapa yang
bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika tidak
bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.1
Yups
semakin lama bertahan, akhirnya aku menyerah juga. Aku lelah bertepuk sebelah
tangan. Aku memutuskan melupakanmu. Setiap kali perasaan rindu datang, aku
harus membunuhnya dengan kejam. Setiap kali rasa ingin memiliki timbul, aku
harus menikamnya tanpa ampun. Aku sudah pasrah dengan semua hal tentangmu. Saat
itu, apa yang kamu lakukan? Kamu datang hanya untuk mempermainkanku dan
menggagalkan semua usahaku itu.
Melupakan?
Apa dengan semudah itu? Pada kenyataannya tidak mudah dan tidak pernah
berhasil. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Berfikir rasional bahwa aku
telah berkali-kali menyakiti perasaanku saat berharap tentangmu. Menyerah dan
pasrah, ku ikhlaskan semua tentangmu. Aku menerima kenyataan bahwa kita berbeda
dan tak mungkin menjadi satu.
Hari
berganti hari, aku mulai mengobati perasaanku sendiri. Setelah berselang
beberapa tahun, aku sudah yakin bahwa aku tidak mencintaimu lagi. Cintaku
untukmu telah mati karena tidak pernah ku rawat. Lalu apa yang kamu lakukan
saat itu? Kamu merengek-rengek memintaku kembali, melupakan hal-hal yang telah
lalu dan menjalani lembaran baru. Semua sudah terlambat. Aku sudah bahagia
dengan kesendirianku ditambah sahabat-sahabat yang tulus saling mendukung. Aku jadi
memahami bahwa pacaran tidak ada dalam agamaku. Aku telah menutup semua hal
tentangmu dan memeluk erat semua hal menyakitkan yang telah ku alami.
Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan,
tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan
yang mereka alami.1
Saat ini aku
sudah dewasa, tidak semua hal di dunia ini tentang cinta. Masa depan lebih
penting daripada mengurusi tentang hawa nafsu. Sampai saatnya nanti dapat
bertemu sosok Esok dalam kehidupan nyata yang sangat mencintai Lail apapun
keadaannya.
Kita akan melewati musim panas bersama-sama. Aku tidak akan pernah
meninggalkanmu lagi.1
Yah,
tidak pernah meninggalkanku! Terimakasih.
1. Tere
Liye, “Hujan”
Note: Cerita
diatas kisah nyata yang saya alami bertahun tahun yang lalu. Novel Tere Liye
emang selalu menarik dan sangat nyaman untuk dibaca, termasuk novel “Hujan” ini.
Imanjinasi Tere Liye luar biasa hebat tercampur sempurna dengan alur cerita.
Recommended buat dibaca.
Sumber gambar: blog.bravofly.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar