TERNYATA CINTA
by : Rizky Wahyuningsih
Malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Sunyi dan
sepi pun selalu menemaniku. Ku ingginkan kehangatan orangtuaku. Ku rindukan senyumnya
yang menghangatkan hati. Tawanya selalu menyejukan diriku. Dan wajahnya selalu
menenangkan jiwaku. Namun hari ini berbeda dengan hari kemarin. Mereka tidak
menelfonku. Dalam hatiku selalu bertanya-tanya. Apakah mereka telah melupakan
ku atau mereka sedang sibuk dengan pekerjaan mereka? Mereka memang sangat
mencintai pekerjaan. DibukTarin dengan 3 tahun lalu mereka di tugaskan oleh perusahaan
untuk pindah keluar provinsi. Dan mereka menyetujui keputusan itu. Akibatnya
mereka pulang ke Klaten 3 bulan sekali. Itu sangat menyiksaku.
Aku mendapat setitik harapan mereka akan kembali ke
Klaten 1 tahun lagi. Dalam hatiku satu tahun itu sudah cukup lama. Tapi aku
berkeyakinan 1 tahun itu sebentar karena aku telah melewati 3 tahun berpisah
dengan mereka. Sebenarnya 3 tahun yang lalu aku ingin ikut dengan mereka. Tapi
di sana sangat terpencil jadi pendidikanku dan kakakku kurang terjamin. Itu
alasan mereka kenapa mereka tidak mengajaku.
2 tahun yang lalu kakaku telah lulus kuliah. Dan sudah
mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan di Surakarta. Aku merasa sedih keTari
kakakku harus bekerja lembur. Karena tidak ada yang menemaniku kecuali nenekku.
Dan kebiasaan nenekku jika sudah malam pasti melihat televisi dan melupakan aku
yang sedang sendirian.
Dengan keadaan seperti itu aku jarang keluar rumah.
Dan kurang bersosialisasi dengan tetangga-teranggaku. Tapi tetangga dekatku
selalu ke rumah jika ada waktu luang soalnya kita juga satu sekolah. Mereka
bernama Lani, Tari, Yens, dan Ania. Walaupun hanya sekedar bercanda dan
bercerita tentang semuanya. Sampai rumahku mereka namai ‘Rumah Curhat’.
Haripun berganti dengan hari, sampai hari ini adalah
Sabtu. Waktunya untuk mereka main ke rumahku. Sesuatu yang ku anggab biasa
mereka ceritakan kepadaku dengan ekspresi yang berlebihan menurutku.
“Ehh, ada tetangga baru di desa kita lho. Namanya
Tian.” kata Yens.
“Iya orangnya cakep, manis, tinggi, keren lagi. Item
manis gitu deh.” tambah Ania.
“Tapi aku kemarin nyapa dia, tapi responnya cuek gitu.
Itu sih yang buat aku sakit hati. Udah tetangga baru, disapa malah cuek.” sahut
Tari
“Tapi kan tetep kereeeeen bangeeet.” komentar Lani
“Denger-denger dia satu sekolah sama kita lo.” kata
Tari lagi.
“Gimana pendapat kamu ki?” tanya Yens.
“Keliatanya cowok itu nyebelin banget. Males deh
temenan sama dia.” Jawabku dengan nada yang tidak bersahabat.
“Ya udah liat aja besuk Senin.” kata Lani.
Hari Seninpun tiba. Seperti biasa tradisi sekolah kami
yang menyambut murit baru pada upacara. Dan sambil menyebutkan prestasi yang
pernah didapat. Ternyata Tian adalah atlet futsal. Dan pernah menjuarai sebuah
pertandingan elit. Dia sebagai kapten tim futsal dan penyerang. Buatku sih itu
sudah biasa. Dia juga bermain dalam tim. Jadi bukan hanya karna dia, tapi
karena kerja timya yang bagus.
Tidak ku sangka-sangka dan ku duga-duga semua cewek di
sekolahku membicarakannya. Dan lebih parahnya dia menjadi idola baru di
sekolahku. Mereka belum tau aja gimana sikap dia. Kalau sudah tau gimana sikap
dia, pasti pada gak mau lagi mengidolakanya.
Tidak menunggu waktu yang lama sekolahku langsung mengangkat
sebagai kapten tim futsal sekolahku. Dan cewek-cewek di sekolahku semakin
tambah mengidolankanya. Dan jika aku ditanya tentang dia. Aku berkata apa yang
aku tau tentang dia dari tetangga-tetanggaku. Tapi pada suatu saat aku terlibat
debat dengan temen sekelasku namanya Dina.
“Kenapa kamu bilang yang jelek-jelek tentang Tian?”
tanya Dina.
“Aku gak njelek-jelekin dia. Aku kan bilang apa
adanya. Itu juga yang kasih tau Yens, Lani, Ania, sama Tari kok.” jawabku
dengan nada santai.
“Kamu gak usah ngada-ngada deh! Aku udah tanya sama
temen sekelasnya kok kalau dia itu ramah dan suka bercanda.” sahut Dina dengan
marah-marah.
“Aku gak ngada-ngada. Itu emang beneran kok ceritanya.
Kalau gak percaya ya udah deh, terserah kamu aja. Pendapatnya kan
masing-masing.” kata ku sambil menenangkan emosinya.
“Iya udah kalau gitu. Nanti kamu bakalan tau sendiri
yang sebenarnya.” kata dia sambil jalan menuju kantin.
Hari ini cuacanya mendung. Aku tidak membawa jas
hujan. Padahal harus ekstrakulikuler dan pulang sore. Kekawatirankupun menjadi
kenyataan. Ternyata hujan deras mengepungku di parkiran sekolah. Tiba-tiba
dateng Tian di sampingku.
“Kok belum pulang kamu?” tanya dia.
“Aku gak bawa jas hujan.” jawabku dengan nada cuek.
“Aku juga mau pulang ni.” sahut Tian.
“Ya sana pulang aja. Ngapain masih disini!” kataku
masih dengan nada super cuek.
“Mau bareng sama aku gak. Kalau gak salah kamu
tetanggaku kan?” katanya sambil membujuku.
“Gak usah. Sana pulang. Nanti juga reda hujannya.”
kataku sinis dengannya.
“Ini baru aja hujannya. Pasti selesainya lama. Udah
gak papa kamu bareng aku aja nanti kemaleman kamu pulangnya. Kalau gak mau tak
temenin. Soalnya kamu sendirian.” kata dia.
Setengah jampun dia terus membujukku agar mau bareng
dengannya. Tapi jawabanku masih sama yaitu tidak mau. Dan dia masih saja
memaksaku. Dan dengan terpaksa aku ikut dengannya.
“Iya deh. Aku bareng kamu.” kataku dengan terpaksa.
“Motormu tak titipin dulu di Pak Supri.” balasnya.
“Kamu gak pakai jaket kan. Ni pakai jaketku dulu.”
sahutnya lagi.
“Iya deh. Sebelumnya makasih ya.” kataku ke Tian.
Dan aku jadi berboncengan dengan Tian. Di jalan ku
jadi berfikiran bahwa dia itu baik banget. Ternyata penilaianku salah ke dia.
Bener juga kata Dina tadi. Sampailah di rumahku.
“Udah sampai ni.” kata Tian.
“Iya. Makasih banyak ya.” balasku padanya.
“Besuk sekolah tak jemput ya. Aku minta nomer hpmu.
Biar besuk bisa kabarin kamu kalau aku mau jemput kamu.” kata dia sambil
berpamitan.
Malemnya dia mengirim pesan kepadaku. Aku juga
membalas pesannya. Begitu seterusnya hingga mau tidur. Dan ternyata dia itu
baik. Gak cuek seperti apa kata Tari. Dan akupun juga menceritakan apa yang
baru terjadi dengan Tari, Yens, Ania, Lani. Ternyata mereka juga berpendapat
sama denganku.
Pagi yang cerah, kicauan burung pun mewarnai pagi yang
indah. Tapi jantungku deg-degan seperti mau meledak karena sebentar lagi Tian
menjemputku. Dengan sopannya Tian berpamitan dengan kakakku. Kita berangkat ke
sekolah bersama. Di kelas aku bercerita ke Dina tentang kejadian kemarin. Dina mendorongku
untuk lebih menjalin hubungan dekat dengannya.
Haripun silih berganti seiring semakin dekatnya
hubunganku dengan Tian. Setiap malam dia selalu menyempatkan untuk mengirim
pesan kepadaku. Semenjak dekat dengan Tian aku sudah tidak sedih lagi karena
kesepian. Akupun selalu menceritakan kedekatan dengan Tian kepada orangtuaku.
Hari ini aku pulang bareng Tian. Kita mampir dulu ke
rumah makan untuk makan siang. Dan kesempatan yang selalu ku tunggu-tunggu saat
dia menyatakan cintanya kepadaku.
“Sudah lama aku mencari seorang wanita yang bisa
menjadi motivasi dan semangatku. Dan engkau wanita yang ku cari. Maukah kau
menjalin hubungan serius denganku. Aku sungguh jatuh cinta denganmu.” kata dia
dengan sangat romantis.
“Ya kita jalanin dulu aja. Aku juga cinta sama kamu.” kataku
dengan nada gembira.
Lalu kita pulang dengan hati bahagia. Aku mulai
menyadari ternyata cinta yang bisa membuatku senang dan tenang. 1 tahun yang ku
lalui terasa cepat semenjak kehadiran Tian. Dan orangtuaku sudah pulang ke
Klaten. Selama ini aku mencari kebahagian kecuali orangtuaku dan itu ternyata
cinta.